Endonesha - Story behind independence day

This is a story of great country named The Republic of Endonesha. A beautiful country located somewhere in Timbuktu. Hit almost 200million population, this country becomes a living legend. True living legend till now, but very few people know the history behind the independence day of this great country. Many blood (and sweat) were shed at that moment.

Here's the story.

Endonesha - What the Endonesha's historian never tell you.

Part I - Rapat Penculikan

Jam 10 pagi, 14 Agustus 1945 TW (Tahun Timbuktu).
Lokasi: Rengasdengklek, Kerawang

Prolog: Saat itu Endonesha masih terjajah dan belum menjadi Republik. Kondisi ekonomi morat marit, tiga tahun bangsa itu dijajah bangsa Jpang. Dalam tiga tahun itu, Sekarno, pemimpin bangsa itu, telah melakukan banyak negosiasi dengan bangsa Jpang agar Endonesha bisa mengatur sendiri kehidupan bernegaranya. Bangsa Jpang menjanjikan bahwa Endonesha segera diberi kemerdekaan. Bahkan agar lebih meyakinkan, Bangsa Jpang membentuk PPKE (Panita Persiapan Kemerdekaan Endonesha) atau Dokuritzu Zyunbi IInkei dan menunjuk Sekarno sebagai ketuanya.

Mereka rapat, 8 orang pemuda jomblo yang sudah ngebet pengen segera merdeka (dan kawin).

"Kita culik saja Sekarno!" Usul Melik, salah satu pemuda yang bersumpah akan menjomblo seumur hidupnya sebelum bangsa tercintanya merdeka.

Saleh, dengan kecerdasan setingkat di atas protozoa berusaha menganalisa ide itu. "Diculik? Untuk apa? Minta tebusan ya?" Jawabnya nggak nyambung, minggu lalu dia mengalami masa kelam hidupnya, yaitu ditinggal selingkuh Tina, pacarnya dengan seorang prajurit Jpang.

"YA UNTUK KITA PAKSA MEMPROKLAMASIKAN KEMERDEKAAN, DODOLLL...!!! Masak untuk kita ajak jalan2 ke Taman Ria..." Jawab Melik, emosi.

"Demi negara ini, gue rela nemenin Sekarno ke Taman Ria..." Jawabnya pragmatis, masih nggak nyambung. Beberapa pemuda di ruangan itu menoleh ke arahnya, memandang dengan iba.

"Culik, lalu paksa dia olang baca-ken ploklamasi...!" Timpal Oei Bun. "Ini waktu... pas buat kita olang untuk ploklamasiken kemeldekaan..."

"Proklamasi kemerdekaan..." Ralat Melik

"Iya, ploklamasi kemeldekaan maksud gwa... kmalen gwa dengel di ladio BBC kalo Sekutu sudah ngebom hilosima..." Sambung Oei Bun.

"Hirosima..." Ralat Melik

"Iya, hilosima maksud gua... Jadi kita atul skenalio penculikannya!!" Kata Oei Bun bersemangat.

"Skenario..." Ralat Melik

Para pemuda itu segera berunding...

"...."
"Loe bawa pentungan..."
"... andongnya mesti disiapin..."
"... iya, jgn lupa karung..."
"... sampe taman Ria..." Bletak! Sebelum Saleh melanjutkan idenya, sebuah jitakan mendarat dengan telak di kepalanya.
"... kudanya ada..."
"... jangan lupa salapan..."
"16 agustus, jam 4 pagi di jalan menteng..."
"... tapi taman Ria blom buka..." Protes Saleh. Kali ini para pemuda segera mengikat Saleh, menyekapnya, dan membuangnya di jalan.
"..."
"... oke, deal or no deal?"
"DEAL...!" Jawab mereka kompak. Kelak salah satu televisi swasta mencuplik kata "Deal or no deal" hari itu sebagai nama kuis.

***

Part II - Peristiwa Penculikan

Dini hari, Pk. 03.00 16 Agustus 1945 TW
Sepanjang jalan Menteng, Rengasdengklek, Kerawang

Segerombolan pemuda itu mengendap2 di Jalan menteng. Melik segera mengambil alih komando.
"Kainnya udah ada?"
"Sip, warnanya merah muda, 1x2 meter, cukup untuk bikin 2 potong baju" Jawab Adam Malich
"Andongnya?"
"Oke!"
"Karung?"
"Ada!"
"Pentungan siap?" Tanya Melik
Bletak...! "Aoowww..." Teriak Saleh, spontan. Kepalanya jadi korban pembuktian bahwa pentungan sudah disiapkan dengan baik.

Tepat di depan rumah no. 31...
"Pagelnya ditutup..." Komentar Oei Bun dengan tampang kecewa. Ia berharap pagar yang setinggi 4 meter itu dibuka lebar lalu mereka disambut dengan umbul2 bertuliskan "Selamat Datang Para Penculik Sekarno... Silahkan Masuk" lengkap dengan petunjuk arah lokasi plus tarian Lenong.
"Jadi kita manjat ya?" Tanya saleh
"YA, IYA LAH KITA MANJAT, DODOLLLL...! Masak kita mo ngetok2 dan bilang kalo kita mo nyulik Sekarno?" Melik emosi.

Mereka segera memanjat dengan susah payah pagar setinggi 4 meter itu. Setelah sukses memanjat pagar, mereka segera masuk ke dalam rumah. Di dalam, Sekarno masih terjaga, berbincang2 dengan Vatmawati, istrinya yang sedang menimang Guntur anak mereka yang berusia 1 tahun (kelak, 55 tahun kemudian adik Guntur, Megahwati menjadi presiden ke-5 Republic of Endonesha). Mereka sedang berbincang2 dalam ruangan yang diterangi cahaya lilin (karena kena pemadaman lampu bergilir) mengenai masa depan negara Endonesha sambil ngemil kerupuk. Ke-8 pemuda itu bersembunyi dan mendengarkan perbincangan itu.

"... kekuatan yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan total. Yang paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang tepat..."

Bletakk... Melik mengayunkan pentungan dan memukul sebentuk kepala di depannya yang diharapkan itu adalah kepala Sekarno. Tapi yang muncul malah erangan dari Saleh.

"Adduuuhh..." Saleh mengaduh sebelum akhirnya pingsan dengan posisi tertelungkup memegang kepalanya yang dalam waktu dekat akan benjol. Karung yang mereka bawa, segera digunakan untuk menutup obyek kepala yang mengaduh tersebut. Dengan menggunakan andong, mereka membawa objek kepala yang benjol dan tubuhnya ke Jaharta, ibukota negara Endonesha. Sementara Sekarno menyaksikan kejadian tersebut dengan terenyuh dan bertanya2 nasib Bangsa Endonesha ke depan. Demi mendukung terlaksananya rencana mereka, Sekarno ikut naik andong tersebut, bersama Vatmawati dan anaknya, Guntur. Lalu bersama2 mereka menyanyikan sebuah lagu yang akan dikenang oleh anak2 Endonesha sepanjang masa.

"Pada hari minggu, kuturut ayah ke kota,
Naik delman istimewa kududuk di muka..."

***

Part III - Proklamasi Kemerdekaan

17 Agustus 1945 (TW)
Jl. Pegangsaan Timur 56, Jaharta
06.00 WT

Setelah 14 jam perjalanan menggunakan andong dari Kerawang menuju Jaharta, tibalah mereka di Jl. Pegangsaan Timur 56. Beberapa pemuda lain sudah menunggu tibanya mereka.

Sementara Saleh sudah tersadar dari pingsannya, dan bertanya apakah mereka sudah sampai di Taman Ria. Pertanyaan itu disambut dengan pentungan untuk kedua kalinya yang membuat Saleh tak sadar dengan durasi pingsan dua kali lipat lebih lama dari sebelumnya.

Mereka mendudukkan Sekarno dan memaksanya untuk menuliskan naskah proklamasi. Sekarno meminta waktu dan ingin merapatkan dahulu dengan golongan tua, terutama Bung Bhatta yang saat itu menjadi wakil negara.

Para pemuda itu memaksa Sekarno untuk memproklamasikan kemerdekaan dengan cara2 premanisme (kelak, premanisme menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan Republic of Endonesha, kemungkinan para preman2 itu meneladani apa yang telah dilakukan pemuda2 itu).

Tidak ada pilihan, Sekarno dan Bhatta segera berunding untuk menuliskan naskah proklamasi kemerdekaan.

Kami bangsa Endonesha dengan ini menjatakan kemerdekaan Endonesha.

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Semoea peristiwa sebeloem proklamasi dan saat proklamasi ini, harap
dikenang setiap tahoennja.

Djaharta, hari 17 boelan 8 tahoen 45
Atas nama bangsa Endonesha.
Sekarno/Bhatta

Tulisan tangan itu segera diketik oleh Melik dengan menggunakan mesin ketik qwerty yang dibeli dari pedagang kelontong tetangga, Jl. Pegangsaan Timur 58. Tepat pk. 10.00, Sekarno mengenakan peci hitam yang dipinjam dari Bung Bhatta, membacakan teks proklamasi itu.

***

Catatan sejarah yang tertinggal:
Setiap tahun sejak proklamasi kemerdekaan tahun 1945 itu, bangsa Endonesha merayakannya dengan cara yang tidak dilakukan bangsa lain, yaitu mengadakan lomba2. Lomba2 itu sebenarnya merupakan cerminan peristiwa yang terjadi menjelang proklamasi kemerdekaan.
  • Lomba makan krupuk untuk memperingati bahwa saat Sekarno diculik, beliau sedang ngemil krupuk bersama istrinya.
  • Lomba panjat pinang untuk memperingati ke-8 pemuda tersebut memanjat pagar setinggi 4 meter dalam tragedi penculikan Sekarno.
  • Lomba pukul bendok dengan kepala tertutup untuk memperingati bagaimana kepala Saleh terkena pentungan Melik saat terjadi tragedi penculikan Sekarno. Bendok (kendi) digunakan sebagai pengganti kepala, mengingat akan banyak korban yang akan berjatuhan jika lomba diadakan dalam versi aslinya, yaitu memukul kepala.
  • Lomba balap karung, untuk memperingati bagaimana kepala Sekarno ditutup karung saat diculik, walaupun ternyata sebenarnya kepala Saleh yang masuk ke dalam karung. Panitia memodifikasi lomba itu menjadi balap karung yang kita kenal saat ini, mengingat banyak korban tercebur sungai, nyasar ke RT tetangga, menabrak kerumunan penonton bahkan menabrak pagar tetangga ketika mereka berlomba dengan kepala tertutup.
  • Karnaval andong, untuk memperingati bahwa mereka dibawa menggunakan andong dari Jln. Menteng 31 ke Jl. Pegangsaan Timur 56.
***
Happy 66 Anniversary to my country, Indonesia...!
I'm proud to be an Indonesian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Mengurus Visa Korea di Jepang

Day care di Jepang dan keadilan sosial