Kembali Belajar Bahasa Jepang

Akhir-akhir ini, saya memutuskan untuk belajar Bahasa Jepang (lagi) setelah terakhir belajar sejak... emmm... 6 tahun lalu?

Someday, saya akan -somehow- pergi ke Jepang lagi. Ini sudah saya masukkan dalam check list saya. Entah dalam rangka berlibur dengan keluarga atau mengantar anak yang akan sekolah di sana (kalau mau) atau mengenang masa-masa saat saya menghabiskan 5 tahun usia produktif saya sebagai peneliti dan doctoral student. 

Saat saya ke sana, targetnya adalah lancar berkomunikasi dengan petutur asli. Saya akan napak tilas perjalanan saya selama di Jepang.  First priority-nya adalah mengunjungi sensei saya, Haneishi Sensei  di Chiba Univ. Sejak kembali dari Jepang hingga saat ini, saya merasa betul besarnya jasa beliau dalam membimbing studi doktoral saya. Pengalaman meneliti, menulis artikel untuk publikasi internasional, presentasi di seminar internasional - termasuk kesempatan untuk mengunjungi pelosok Jepang (dari Hokaido sampai Okinawa), Seoul, Chicago, dan Florida untuk presentasi di seminar internasional adalah karena jasa beliau. 

Sewaktu saya di Jepang, semua pengalaman itu saya anggap biasa saja - mungkin karena jenuh dengan rutinitas penelitian dan homesick karena sudah sangat ingin kembali ke Indonesia di tahun-tahun terakhir. Ada masa di mana saya tertekan saat mendengar orang berbicara dalam Bahasa Jepang - dan saya nggak paham apa yang diomongkan. Saat-saat itulah otak saya sudah nggak mau lagi menerima pelajaran Bahasa Jepang - bahkan cenderung melupakan. 

Ada waktu di mana saya bertekad tidak mau kembali ke Jepang. Kenapa? Sama seperti kalau kita suka makan sesuatu, let's say Pizza. Saat kepingin, diberi Pizza ya senang, dan cepat dihabiskan. Bagaimana kalau tiap hari diberi Pizza? Jadinya ada waktu di mana nggak kepingin lagi makan Pizza lagi, ever! Tapi setelah beberapa waktu, ketika otak kembali mengingat enaknya pizza, ya jadi kepingin lagi. 

Untuk itulah saya kembali belajar Bahasa Jepang. Kemampuan berbicara dan mendengar Bahasa Jepang saya, belum sampai pada level "bawah sadar" yang bisa masuk long-term memori seperti bahasa ibu atau bahasa inggris. Dalam 6 tahun terakhir, saya nggak pernah pakai Bahasa Jepang. Gak ada interaksi dengan orang Jepang atau apapun yang berhubungan dengan Bahasa Jepang. Jadi ya... sepertinya kembali seperti saat saya awal-awal di Jepang.

Saatnya belajar dan meluangkan waktu untuk mengasah kemampuan mendengar dan berbicara dalam Bahasa Jepang. 

Someday, saya kembali mengunjungi Jepang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Mengurus Visa Korea di Jepang

Day care di Jepang dan keadilan sosial