Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2011

Kenapa Ph. D butuh 3 tahun (part 2)

Saya ralat judulnya. Judul "Kenapa Ph. D butuh 3 tahun" kurang tepat. Lebih tepat kalau diberi judul "Kenapa Ph. D (di UCNJ) butuh (minimal) 3 tahun". Catatan kecil: UCNJ: Universitas Chiba Nusantara Jaya. Ceritanya, dua minggu lalu saya ujian masuk doktoral. Kata profesor pembimbing saya, ujian masuk ini sifatnya formalitas aja, jadi nggak perlu terlalu kuatir karena selama ini hampir semua bisa lulus ujian. Kalau lulus ujian, berarti saya resmi menjadi Ph. D student. Lah selama ini emang bukan Ph. D student? Bukan. Selama ini status saya adalah research student. Bedanya kalo Ph. D student bisa dapet gelar Ph. D sementara kalo research student nggak akan pernah dapet gelar Ph. D. Materi ujian masuknya adalah presentasi penelitian yang akan dikerjakan plus oral interview. Tentu komunikasi harus dilakukan dengan menggunakan bahasa yang dipahami oleh baik yang diuji maupun ke-4 penguji yang bergelar Ph. D dengan embel2 Profesor. Pilihannya jatuh pada Bahasa Inggris, s

Televisi

Dibandingkan dengan Indonesia, saya merasa acara televisi di Jepang lebih menarik. Setiap acara dikemas dengan kreatif, sebagian diberi subtitle dalam Kanji (mungkin untuk memudahkan mereka yang tuna rungu atau bisa juga untuk melatih anak2 SD dan orang asing seperti saya agar lebih lancar membaca kanji), diberikan animasi dan warna2 yang segar agar penonton betah menonton berjam2, dan tak lupa menampilkan pembawa acara yang cantik atau keren atau konyol agar lebih menghibur. Nggak di Indonesia, nggak di Jepang, para produser acara TV berusaha bikin acara yang penonton sampe betah di depan TV selama berjam2. Waktu di Indonesia, saya sering kali ketemu dengan anak2 muda (dan orang tua) yang masuk dalam kategori "pecandu TV". Dalam sehari, waktu yang dihabiskan di depan TV bisa 5-10 jam. Kalo ketemu dengan "pecandu TV" semacam ini, saya kemudian berhitung2... Kalau 1 hari menghabiskan 5 jam di depan TV, maka dalam 1 minggu dia menghabiskan 35 jam di depan TV. Dalam

Selesai...

Awal November 1975 Dia masih muda, baru berusia 25 tahun. Sore itu ia menyusuri jalan dengan berjalan kaki, lambat2. Pikirannya kalut, tidak tenang memikirkan kelahiran anak pertamanya. Tipikal keluarga muda yang baru berumah tangga, belum mapan bekerja dan nggak punya banyak uang. Yang ada di dalam pikirannya adalah Bagaimana membiayai kelahiran anak pertamanya. Tanggal 27 November 1975, anak pertamanya lahir normal di sebuah rumah sakit kecil. Perempuan. Nggak ada banyak uang untuk membawa istrinya melahirkan di rumah sakit yang mewah. Dia menangis bahagia memandang anaknya. Sekarang ia punya semangat lebih, ia harus bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya. Dua tahun berikutnya, anak keduanya lahir. Perempuan lagi. Keadaannya masih belum baik, dia masih nggak punya banyak uang. Tapi setidaknya sekarang sudah punya sepeda motor bekas yang dibelinya secara kredit. Sepeda motor itu yang mengantarkan dia bekerja, mengantarkan istrinya atau anaknya ke dokter. Sepeda

Plice

Gambar
Plice , come to Katsina Barber shop. We have reasonable plice for you. And if you're pliced with our service, do tell you friends. Image captured at a barbershop in Inage-Ku, Chiba-Shi.

Dosen ala "Simon Cowell"

American Idol. Siapa yang belom pernah nonton? Acara ini, menurut saya menarik karena memberi kesempatan yang sama untuk jadi penyanyi kelas dunia bagi jutaan penyanyi yang merasa dirinya berbakat. Pada proses audisi, mereka akan diberi waktu untuk menunjukkan "bakat" menyanyinya di depan 3 orang juri. Ketiga orang juri tersebut yang menentukan apakah peserta audisi lolos di babak selanjutnya atau tidak. Di American Idol, ada 3 juri legendaris yang mempunyai ciri khas masing-masing, yaitu Randy Jackson, Paula Abdul dan Simon Cowell. Setelah selesai perform, para juri akan memberikan komentar terhadap penampilan masing-masing kontestan. Saya pribadi selalu menantikan komentar dari Simon Cowell (yang mungkin juga dinantikan oleh jutaan penggemar acara American Idol). Kenapa dinantikan? Karena dari komentarnya akan nampak siapa2 yang memang punya potensi menjadi bintang. Tapi tidak sedikit kontestan yang sakit hati dan benci setengah mati dengan Simon Cowell karena komentar peda