Live by faith
Note seorang teman di FB tentang Tuhan membuat saya merenung sepanjang pagi. Nggak peduli seberapa pintar (ato bodoh, kaya, cakep, jeleknya) kita, kita tetep manusia yang terbatas.
- Pengelihatan kita terbatas. Kita cuman bisa melihat benda yang memantulkan cahaya. Orang fisika bilang, mata kita hanya bisa menangkap gelombang elektromagnet yang panjang gelombangnya 400-700nm ato istilah mereka visible light. Gelombang lain dengan panjang gelombang di luar itu, sudah nggak bisa ditangkap oleh mata kita. Waktu masak pake Microwave, gelombangnya microwave (yang juga termasuk gelombang elektromagnetik) udah nggak bisa ditangkap oleh mata - tau2 masakannya jadi anget. Gelombangnya radio, televisi, ato hape juga nggak kedeteksi mata, tau2 radionya bisa bunyi, televisinya bisa menghasilkan gambar, hape-nya bisa buat komunikasi. Gelombangnya ada, tapi mata manusia nggak bisa nangkep.
- Pendengaran kita terbatas. Ada syarat yang harus dipenuhi kalau kita mau mendengar sesuatu. Harus ada sesuatu yang bergetar 20-20.000 kali per detik agar telinga kita bisa menangkap suara. Di fisika, namanya frekuensi yang satuannya adalah Hz (atau per detik). Frekuensi lain di bawah 20Hz atau di atas 20.000Hz, nggak akan bisa tertangkap oleh telinga.
- Dimensi kita terbatas. Tubuh kita terletak dalam 3 dimensi, yaitu dimensi panjang, lebar dan tinggi. Hanya 3? Iya, hanya 3. Kita nggak bisa membayangkan (atau memvisualisasikan) dimensi ke-4. Di matematika satu dimensi digambarkan sebagai titik. Dua dimensi digambarkan sebagai bidang (yang dimodelkan dalam koordinat x dan y). Tiga dimensi digambarkan sebagai ruang (yang masih bisa digambar dalam sumbu x, y dan z). Empat dimensi? Nggak bisa terbayang oleh otak kita - sama sekali.
- Usia kita terbatas. Once in a time, kita check-in di bumi dan akan ada waktunya kita check-out dari bumi. Berapa lama? 60 tahun? 70 tahun? 100 tahun? Somehow tubuh kita dibatasi oleh waktu. Kita nggak bisa berada di dua tempat sekaligus pada waktu yang sama. Kita juga nggak bisa berada di dua waktu yang berbeda. Satu tempat dan satu waktu. Tidak lebih.
So, mari berandai-andai.
Misalkan ada makhluk 2 dimensi (yang hanya punya panjang dan lebar), kemudian melihat kita yang berada dalam 3 dimensi, akankah dia bisa melihat kita dengan sempurna? Nggak akan bisa... Karena makhluk itu nggak kenal dimensi tinggi. Kalo kita ingin dilihat makhluk itu, kita harus memproyeksikan diri kita menjadi 2 dimensi (dengan cara dipenyet sedemikian rupa sampe dimensi tinggi atau dimensi lebar atau dimensi panjangnya menjadi 0), barulah makhluk itu bisa melihat versi 2 dimensi diri kita. Itupun nggak akan semuanya bisa dilihat. Ketika kita dikembalikan menjadi 3 dimensi, kemudian kita melompat (berada dalam dimensi tinggi), maka dalam pandangan makhluk 2 dimensi itu, kita "hilang" (karena mata mereka tidak bisa mengakses dimensi tinggi).
Sama seperti makhluk 2 dimensi itu membayangkan makhluk 3 dimensi, otak kita nggak pernah bisa membayangkan Tuhan. Terlalu banyak batasan pada tubuh kita untuk bisa menjawab seperti apakah Tuhan, di mana Tuhan, bagaimana bisa Tuhan memperhatikan semua manusia, dsb...
Namun Tuhan cukup bijaksana dengan memberikan kepada kita what-so-called-"faith" yang (untungnya) bukan bagian dari tubuh yang terbatas. "Faith" dalam diri kita tidak dibatasi hukum2 alam dan lewat "faith" inilah kita bisa mengenal Tuhan. Tanpa adanya "faith" mustahil kita bisa kenal Tuhan. Terlalu terbatas diri kita untuk mengenal Tuhan kalau hanya mengandalkan apa yang ada dalam otak kita.
-------
"This is thousands of dimensions. We have no clue how does they behave." [Svetlana Avramov, 2009 - Compressed Sensing Online Lecturing]
Komentar
Posting Komentar