(Kisah) Belajar Bahasa (Jepang) - part 4

Nggak ada bahasa di dunia ini yang gampang. Setiap bahasa memiliki kesulitan tersendiri. Kalo ada yang bilang Bahasa Indonesia gampang, pasti yang ngomong adalah orang Indonesia yang sejak orok udah diajak ngomong pake Bahasa Indonesia, sekolah pake Bahasa Indonesia, nggosip dengan temen pake Bahasa Indonesia, baca koran yang isinya kisah-kisah seputar Indonesia, bahkan dalam mimpi pun, Bahasa Indonesia yang digunakan. Jadi nggak heran, kalo bagi orang semacam ini, Bahasa Indonesia itu gampang.

Saya nggak lahir di Jepang. Sejak orok nggak pernah diajak ngomong Jepang. Pas sekolah juga nggak ada Bahasa Jepangnya (kecuali pas belajar PSPB tentang pembentukan PPKI yang disebut Dokuritsu Junbi Inkai - my first Japanese language encounter). Selama ini baca koran juga pake alfabet yang nggak ada mirip2nya dengan Kanji. Pas mimpi, juga nggak pernah ketemu orang Jepang yang ngajak ngomong Jepang. Semua serba Bahasa Indonesia. Jadilah, ketika di Jepang ngerasakan sulitnya (belajar) Bahasa Jepang.

Saya nyoba banding-bandingkan sulitnya belajar bahasa Indonesia, Inggris, dan Jepang.

Bahasa Indonesia:
Bahasa Indonesia menggunakan prefiks (awalan), sufiks (akhiran) atau keduanya. Kata dasar, ketika diberikan prefiks atau sufiks, maknanya jadi berbeda. Misalnya kata dasar "paksa". Dengan memberikan prefiks atau sufiks seperti "dipaksa", "paksakan", "terpaksa", "memaksa", "memaksakan" maka maknanya menjadi berbeda dengan kata dasarnya. Saya bayangkan, kalo ada orang asing yang sedang belajar Bahasa Indonesia, pasti akan mengalami kesulitan memahami prefiks dan sufiks ini (apalagi seringkali muncul ketidakkonsistenan). Menyusun kalimat dengan prefiks dan sufiks yang tepat, juga bukan hal yang gampang. Bagi petutur asli (native speaker) Indonesia, semuanya sudah tersimpan dengan rapi di alam bawah sadar sebagai hasil akumulasi karena mendengar dan berinteraksi menggunakan Bahasa Indonesia sejak kecil. Sehingga ketika berbicara, mendengarkan, membaca, atau menulis, seolah-olah keluar secara otomatis.

Nah, seandainya pun si orang asing sudah menguasai Bahasa Indonesia, saya jamin ketika mendengarkan orang Jakarta ngomong ala "loe" dan "gue", kata "siapa" jadi "siape", "gila" jadi "gile", "tidak" jadi "kagak" dsb, pasti serasa mendengarkan bahasa yang berbeda. Belum lagi kalo tinggal di Jawa kemudian denger kata-kata seperti, "lah wong koyok ngono kok ditanggepi... Gendheng a...?" Menjelaskan di mana letak kesamaan dan hubungan kalimat tersebut dengan dengan Bahasa Indonesai akan susah (walaupun somehow it's related).

Jadi, bagi yang sudah bisa baca posting ini dan mengerti apa yang tertulis di dalamnya, selamat! Hampir dapat dipastikan Anda sudah menguasai salah satu bahasa yang punya tingkat kesulitan yang tinggi, yaitu Bahasa Indonesia. :)

Bahasa Inggris
Saya belajar Bahasa Inggris sejak SMP kelas 1. Mulai dengan menghafal kata kerja sederhana seperti run, walk, write, read, dan semacamnya. Mulai belajar tenses yang paling sederhana, yaitu simple present tense. Bagi yang sedang belajar Bahasa Inggris, salah satu bagian yang sulit adalah perubahan pada kata kerja. Ada kata kerja bentuk dasar, bentuk lampau, dan bentuk -ing (yang nggak ditemui dalam Bahasa Indonesia). Misalnya kata "minum" adalah "drink" ketika dilakukan saat ini (mengacu pada suatu aktivitas). Ketika sedang dilakukan menjadi "drinking", sedangkan ketika sudah dilakukan di masa lalu, menjadi "drank" atau "drunk". Dalam Bahasa Indonesia, we simply use "sedang minum" atau "telah minum". Nggak ada perubahan kata kerja.
Nah, kapan mengubah kata kerja dan berubah menjadi apa, tentu bukan hal yang mudah bagi yang sedang awal-awal belajar Inggris. Bagi yang sudah terbiasa, sekali lagi, semua aturan itu sudah ada di alam bawah sadar sehingga ketika berbicara, nyaris tidak perlu berpikir.

Hal lain yang menyulitkan dalam Bahasa Inggris adalah pengucapan. Bagaimana melafalkan "one", "caught", "measure", "island", "pronounciation" dan sebagainya tentu bukan hal mudah bagi yang sedang belajar bahasa Inggris. Sampai sekarang pun, salah kaprah pengucapan kata sering terjadi seperti kata "determine". Kata "-mine" yang seharusnya dilafalkan seperti pada kata "mint", lebih sering dilafalkan seperti pada "mind" - jadinya sering terdengar "dɪˈtɜːmain", padahal seharusnya "dɪˈtɜːmɪn".

Bahasa Jepang
Somehow, muncul mitos untuk petutur asli Bahasa Inggris, ketika sedang belajar bahasa Jepang akan terasa sulit, sementara bagi yang telah belajar (atau petutur asli) Chinese atau Korea, bahasa Jepang terasa mudah. That's true for some reasons. Karakter Kanji pada Bahasa Jepang mengadopsi karakter kanji dari Bahasa Chinese (中文, zhongwen). Sementara struktur bahasa pada Bahasa Korea mirip dengan Bahasa Jepang. Jadi bagi Korean yang belajar Bahasa Jepang, modal utamanya adalah vocab dalam Bahasa Jepang kemudian tinggal setiap kata dalam Bahasa Korea tinggal di-replace dengan kata dalam Bahasa Jepang. Perubahan grammar dari Bahasa Korea ke dalam Bahasa Jepang tidak begitu terasa.

Bahasa Jepang sulit bagi mereka yang bahasa aslinya menggunakan pola Subjek-Predikat-Objek. Misalnya, "Ibu (S) menggoreng (P) Ikan (O)". Dalam Bahasa Jepang, predikat akan muncul di akhir, sehingga kalimat akan menjadi: "Ibu - ikan - menggoreng". Lebih sulit lagi karena di sela-sela subjek atau predikat harus ditambahkan partikel penyambung yang sesuai. Kesalahan memilih partikel yang tepat akan mengubah arti kalimat.

Kesulitan berikutnya adalah perubahan kata kerja (seperti pada Bahasa Inggris). Kata kerja bentuk sekarang, bentuk sedang dan bentuk lampau dibedakan menggunakan aturan tertentu. Karakter Kanji-nya sama, namun muncul tambahan karakter hiragana yang membedakan apakah kata kerja tersebut adalah kata kerja bentuk dasar, bentuk sedang, atau bentuk lampau. Mengubah menjadi bentuk negatif juga nggak semudah menambahkan "tidak" di awal kerja. Misalnya kata "pergi" memiliki bentuk dasar kanji "行く" (dibaca "iku"). Ketika muncul di kalimat bentuk lampau, menjadi "行きました" (dibaca "ikimashita") dengan bentuk negatif "行きません" (dibaca "ikimasen"). Perubahan akan terjadi lagi untuk pola-pola kalimat negatif lampau ("ikimasendeshita"), bentuk sedang ("itte"), bentuk potensial/kemungkinan ("ikeru"), bentuk kondisi ("ikeba"), bentuk imperatif ("ike"), bentuk pasif ("ikareru"), bentuk kausatif ("ikaseru"), bentuk kausatif pasif ("ikasareru"), bentuk biasa percakapan sehari-hari ("ikinai", "itta", "ikinakatta"). Setidaknya ada lebih dari 10 perubahan untuk sebuah kata kerja, yang harus diletakkan pada kalimat dengan konteks yang tepat.

Bentuk-bentuk ini lebih sulit ketimbang Bahasa Inggris yang menggunakan hanya melakukan perubahan kata kerja menjadi V2, V3 atau bentuk -ing. Perubahan tersebut tidak hanya berlaku untuk kata kerja saja. Tapi kata sifat-pun mengalami perubahan bentuk. Misalnya kata sifat "panas" (暑い-"atsui") akan perubahan ketika digunakan dalam bentuk lampau (menjadi "atsukatta"), berubah ketika digunakan dalam bentuk lampau negatif (menjadi "atsukunakatta"), dan masih memiliki aturan-aturan lain ketika diletakkan dalam pola kalimat tertentu.

Membaca karakter kanji yang jumlahnya 10 ribu lebih, tentu juga merupakan kesulitan tersendiri bagi yang sedang belajar Jepang. Bagi yang sejak kecil tinggal di Jepang dan berinteraksi dengan Bahasa Jepang, perubahan dengan aturan yang bejibun banyaknya ini, pasti bukan masalah. Dilakukan nyaris tanpa berpikir seperti halnya orang Indonesia menambahkan prefiks dan sufiks pada bentuk dasar. Tapi ceritanya lain ketika dipelajari oleh non-japanese-speaker.

Kesimpulan (garingnya), setiap bahasa memiliki kesulitan sendiri-sendiri. Butuh pengalaman untuk dapat menguasai bahasa asing dengan baik. Rush is not the nature way to master foreign language.

-windra
A polyglot wanna-be.

Related posts:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Day care di Jepang dan keadilan sosial

Mengurus Visa Korea di Jepang