Tokyofreecycle dan Microwave
Microwave (ato sering disebut oven) adalah sebuah peralatan dapur yang menggunakan radiasi gelombang mikro untuk memasak atau memanaskan makanan.
Apa saya perlu Microwave? Iya.
Selama ini di apartemen hanya ada termos pemanas air yang fungsi utamanya adalah memanaskan air. Namun, karena keterbatasan appliances, saya berhasil memodifikasi termos pemanas air tersebut untuk:
Untuk mengurangi beban tugas dari termos pemanas air, tentu dibutuhkan Microwave. Microwave bisa didapatkan setidaknya dengan dua cara.
- Penanak nasi
- Membuat mie instan (yang murah dan meriah dengan rasa anyep)
- Memanaskan makanan beku yang dibeli dari supermarket
- Pemanis dapur (karena itu merupakan satu2nya peralatan elektronik tercanggih di dapur apartemen)
Untuk mengurangi beban tugas dari termos pemanas air, tentu dibutuhkan Microwave. Microwave bisa didapatkan setidaknya dengan dua cara.
Cara pertama adalah cara mudah, dengan membeli di supermarket seharga 8000 yen (800rb rupiah) untuk kualitas biasa, dan 15000 yen (1.5jt rupiah) yang dilengkapi dengan berbagai fitur. Bayar, dan "somehow" (sampe sekarang saya nggak tau caranya) bisa di-delivery ke rumah karena jelas Microwave nggak kayak hape yang bisa dengan nyaman masuk kantong celana.
Cara kedua adalah cara yang saya tempuh. Mendapatkan Microwave dengan gratis. How?
Cara ini diawali di sebuah mailing list Tokyofreecycle. Sebuah mailing list yang bertujuan mulia, yaitu ketika orang asing hendak meninggalkan Jepang -kembali ke negaranya, dia akan menghibahkan semua appliances-nya ke orang yang mau menerima. Di sini nggak ada tukang loak yang mau nerima barang bekas, apalagi pemulung yang pagi2 udah nyamperin rumah2 dan mengacak2 sampah kayak di Indonesia. Membuang barang elektronik pun HARUS membayar! Jadi opsi terbaik adalah ditawarkan di mailing list dan berharap ada orang yang mau ngambil di tempatnya.
Cara kedua adalah cara yang saya tempuh. Mendapatkan Microwave dengan gratis. How?
Cara ini diawali di sebuah mailing list Tokyofreecycle. Sebuah mailing list yang bertujuan mulia, yaitu ketika orang asing hendak meninggalkan Jepang -kembali ke negaranya, dia akan menghibahkan semua appliances-nya ke orang yang mau menerima. Di sini nggak ada tukang loak yang mau nerima barang bekas, apalagi pemulung yang pagi2 udah nyamperin rumah2 dan mengacak2 sampah kayak di Indonesia. Membuang barang elektronik pun HARUS membayar! Jadi opsi terbaik adalah ditawarkan di mailing list dan berharap ada orang yang mau ngambil di tempatnya.
So, this guy named Evan, offers a Microwave for free through Tokyofreecycle mailing list. Syaratnya, "pick it up at my place". Karena saya butuh microwave, ya, why not? Gratis pula! Saya cek lokasi apartemennya lewat situs Jorudan.co.jp yang bisa dengan mudah melihat rute2 stasiun. Cukup jauh dari Nishi-Chiba, butuh 3x oper stasiun, dan memakan waktu 90 menit (dengan total biaya 1040yen). Tapi demi free Microwave, I think it's worth.
Perjalanan menuju apartemen Mas Evan ini lancar2 aja. PertamaNaek sepeda ke stasiun Nishi-Chiba (stasiun terdekat dari apartemen). Dari Nishi-Chiba ke Tokyo, dari Tokyo pindah line ke Musashi-Kosugi (menyusuri lorong stasiun sejauh 1/2Km), terus pindah jalur lagi, baru dan sampelah di stasiun Toritsudaigaku - stasiun terdekat dari apartemen Mas Evan. Peta yang saya print dari Google Map sangat membantu. Saya jalan cuman 5 menit sampe di apartemennya.
Tanpa basa-basi (ataupun mempersilahkan masuk, apalagi ngasih minum teh), dia segera keluarkan Microwave-nya. Telanjang (em... maksud saya Microwave-nya, bukan Mas Evan-nya yang telanjang). Tanpa box. Tanpa dibungkus. Tanpa apapun. Just a Microwave... "So, here it is. You can pick it up...", "Oh, that's huge!", "Yeaa...", Saya mengangkat Microwave telanjang berkapasitas 10L itu. Berapa beratnya? 10kilo? Yang jelas saya nggak bisa menenteng dengan satu tangan Microwave yang berdimensi 52cmx32cmx36cm itu. Harus dua tangan. "Ok, good luck on your way home by train..." sahutnya memberi semangat.
Dan Microwave sudah berpindah tangan. Tiga setengah jam kemudian, Microwave tersebut sudah ada di dapur apartemen saya. Warna kelabu-nya cukup kontras dengan termos pemanas air yang bisa lega karena tugas memanaskan makanan akan diambil alih oleh Microwave tersebut.
Tiga setengah jam yang tak akan terlupakan. Saya yakin, jika saya menuliskan lengkap kisahnya, perusahaan ekspedisi DHL, Fedex, ato TIKI JNE nggak akan ragu untuk me-rekrut saya sebagai direktur atau setidaknya manajer utama pengiriman karena berhasil mengantar Microwave dalam jarak puluhan kilometer tanpa perlu kurir, mobil ataupun motor. Door-to-door.
Well, mendapatkan Microwave dengan cara ini TIDAK AKAN PERNAH saya rekomendasikan untuk mereka yang: (1) mudah capek, (2) tidak sanggup mengangkat Microwave sambil berjalan +/-2Km menyusuri lorong2 stasiun, (3) tidak dapat membaca peta informasi di stasiun2 kereta di Jepang yang pertama kali dikunjungi (4) tidak dapat menjaga keseimbangan saat bersepeda pancal dengan membawa Microwave dan yang terakhir yang terpenting, tidak akan saya rekomendasikan jika (5) masih punya malu saat orang2 memandang dengan pandangan "kurang-kerjaan-amat-bawa-bawa-Microwave-segede-itu-naek-turun-kereta?".
Perjalanan menuju apartemen Mas Evan ini lancar2 aja. PertamaNaek sepeda ke stasiun Nishi-Chiba (stasiun terdekat dari apartemen). Dari Nishi-Chiba ke Tokyo, dari Tokyo pindah line ke Musashi-Kosugi (menyusuri lorong stasiun sejauh 1/2Km), terus pindah jalur lagi, baru dan sampelah di stasiun Toritsudaigaku - stasiun terdekat dari apartemen Mas Evan. Peta yang saya print dari Google Map sangat membantu. Saya jalan cuman 5 menit sampe di apartemennya.
Tanpa basa-basi (ataupun mempersilahkan masuk, apalagi ngasih minum teh), dia segera keluarkan Microwave-nya. Telanjang (em... maksud saya Microwave-nya, bukan Mas Evan-nya yang telanjang). Tanpa box. Tanpa dibungkus. Tanpa apapun. Just a Microwave... "So, here it is. You can pick it up...", "Oh, that's huge!", "Yeaa...", Saya mengangkat Microwave telanjang berkapasitas 10L itu. Berapa beratnya? 10kilo? Yang jelas saya nggak bisa menenteng dengan satu tangan Microwave yang berdimensi 52cmx32cmx36cm itu. Harus dua tangan. "Ok, good luck on your way home by train..." sahutnya memberi semangat.
Dan Microwave sudah berpindah tangan. Tiga setengah jam kemudian, Microwave tersebut sudah ada di dapur apartemen saya. Warna kelabu-nya cukup kontras dengan termos pemanas air yang bisa lega karena tugas memanaskan makanan akan diambil alih oleh Microwave tersebut.
Tiga setengah jam yang tak akan terlupakan. Saya yakin, jika saya menuliskan lengkap kisahnya, perusahaan ekspedisi DHL, Fedex, ato TIKI JNE nggak akan ragu untuk me-rekrut saya sebagai direktur atau setidaknya manajer utama pengiriman karena berhasil mengantar Microwave dalam jarak puluhan kilometer tanpa perlu kurir, mobil ataupun motor. Door-to-door.
Well, mendapatkan Microwave dengan cara ini TIDAK AKAN PERNAH saya rekomendasikan untuk mereka yang: (1) mudah capek, (2) tidak sanggup mengangkat Microwave sambil berjalan +/-2Km menyusuri lorong2 stasiun, (3) tidak dapat membaca peta informasi di stasiun2 kereta di Jepang yang pertama kali dikunjungi (4) tidak dapat menjaga keseimbangan saat bersepeda pancal dengan membawa Microwave dan yang terakhir yang terpenting, tidak akan saya rekomendasikan jika (5) masih punya malu saat orang2 memandang dengan pandangan "kurang-kerjaan-amat-bawa-bawa-Microwave-segede-itu-naek-turun-kereta?".
Nice story and i think it's really really worth took this microwave from far away place with such a "painful" effort for only 1040 yen given that it will be very useful for you. Btw, you know how to use it, don't you? ^_^ (asking this coz i believe mas evan didn't give you the microwave manual)
BalasHapusRalat: 1040 for one way. Jadi bolak-balik butuh another 1040 plus 2 bottles of water. Yap, he didn't give me the manual. But, thanks God for the graphical icon on the Microwave buttons... :)
BalasHapus*standing ovation*
BalasHapus@Anneke: hehe2... that's so encouraging. but... once is more than enough. :)
BalasHapus