Takjub!
4 September 2012
05.30
Pagi itu, kami bangun pagi sekali. Buru-buru menelepon taksi untuk pergi ke klinik. Ketuban sudah pecah, airnya membasahi celana dan baju tidur yang dipakai istri saya. Jarak dari tempat tinggal kami ke klinik hanya 5 menit naik taksi.
3 September 2012, hari H-1
21.30
Sebenarnya tidak ada tanda-tanda akan melahirkan. Sama sekali. Tapi toh, setelah selesai makan malam saya tetap mengatakan ke istri apa yg saya rasakan selama ini. "Besok lahir...", kata saya pendek. Istri cuman senyum, antara yakin dan kurang yakin. "Besok ato kalo nggak ya lusa...", kata saya lagi.
4 September 2012
08.00
Di ruang bersalin itu, ada sebuah tempat tidur yang memang didesain untuk persiapan melahirkan. Di samping2nya ada tempat untuk meletakkan telapak kaki, yang dapat memudahkan untuk dijejak saat mengejan. Tuas di samping2nya juga bisa disetel agar pas dengan jangkauan kedua tangan dan bisa digenggam ketika kontraksi terjadi.
Saya berada di ruang bersalin itu. Mendampingi istri dan melihat proses kelahiran normal anak pertama kami, proses luar biasa yang saya anggap adalah salah satu keajaiban Tuhan untuk manusia.
** alert: tiga paragraf di bawah akan menceritakan apa yang terjadi selama proses kelahiran normal. Nggak perlu dibaca kalo takut menghadapi proses melahirkan.
Pada dasarnya, saat akan melahirkan, kontraksi terjadi secara periodik setiap 5 menit sekali dan semakin lama semakin pendek periodenya. Satu atau dua menit sekali. Saya tentu nggak tau gimana rasanya mengalami kontraksi. Tapi saya bisa menduga rasanya seperti kram dan nyeri perut. Reaksi alami saat terjadi kontraksi semacam ini adalah mengejan. Ini adalah momentum yang tepat agar bayi di dalam bisa didorong keluar. Tanpa ada kontraksi, tenaga untuk mengejan tidak akan cukup besar untuk bisa mendorong bayi. Itu dugaan saya.
Tiga jam lebih istri saya harus mengalami proses kontraksi... berusaha mengejan untuk mendorong bayi keluar. Tuas pegangan yang seharusnya digenggam seringkali berganti jd tangan saya. Genggaman yg kuat meninggalkan banyak bekas 'cakaran' di tangan saya. Untuk menambah serunya proses melahirkan normal, sebelum bayi keluar, ada event yang disebut dengan "bloody show". Darah segar keluar dan membuat proses melahirkan nampak mengerikan, terutama bagi mereka yang tidak tahan melihat darah.
Ketika kepala bayi sudah berada dalam jangkauan, maka bidan akan membantu menarik kepala tersebut dengan kedua telapak tangannya. Saya berdiri tepat samping istri dan mengamati prosesnya. Takjub melihat anak kami keluar untuk menghirup udara bumi untuk pertama kalinya. Darah dan cairan ketuban yang kental masih ada di tubuhnya. Dengan sigap bidan segera memotong tali pusar dan membersihkan dengan handuk. Terjawab sudah pertanyaan "aku keluar dari mana?" yang saya tanyakan ke mami, 30 tahun yang lalu.
Saya bersyukur bahwa putra kami lahir dengan sehat pukul 11.12 waktu Jepang. Berada di persentil 50, dengan berat 3kg dan panjang 49cm. Setelah proses kelahiran, istri saya berbisik ke saya, "kita punya anak satu aja ya...". Saya tersenyum, dan dalam hati yakin seyakin2nya bahwa jutaan ibu juga mengatakan hal yang sama ke suaminya, lalu beberapa waktu kemudian "nggak kapok" untuk punya anak ke-2, 3, 4, 5 dst.
***
Dengan proses kelahiran normal seperti itu, saya bisa pastikan akan ada "emotional bond" antara ibu dan anak yang nggak pernah bisa dipunyai oleh ayah. Anak itu akan disayangi dengan sepenuh hati setelah apa yang dialami selama mengandung dan puncaknya saat proses melahirkan. Si ibu akan merasakan sakit yang sama ketika si anak disakiti, akan selalu dibela dan dibanggakan. Kasih itu akan bertahan selamanya di hati sang ibu, no matter what.
05.30
Pagi itu, kami bangun pagi sekali. Buru-buru menelepon taksi untuk pergi ke klinik. Ketuban sudah pecah, airnya membasahi celana dan baju tidur yang dipakai istri saya. Jarak dari tempat tinggal kami ke klinik hanya 5 menit naik taksi.
3 September 2012, hari H-1
21.30
Sebenarnya tidak ada tanda-tanda akan melahirkan. Sama sekali. Tapi toh, setelah selesai makan malam saya tetap mengatakan ke istri apa yg saya rasakan selama ini. "Besok lahir...", kata saya pendek. Istri cuman senyum, antara yakin dan kurang yakin. "Besok ato kalo nggak ya lusa...", kata saya lagi.
4 September 2012
08.00
Di ruang bersalin itu, ada sebuah tempat tidur yang memang didesain untuk persiapan melahirkan. Di samping2nya ada tempat untuk meletakkan telapak kaki, yang dapat memudahkan untuk dijejak saat mengejan. Tuas di samping2nya juga bisa disetel agar pas dengan jangkauan kedua tangan dan bisa digenggam ketika kontraksi terjadi.
Saya berada di ruang bersalin itu. Mendampingi istri dan melihat proses kelahiran normal anak pertama kami, proses luar biasa yang saya anggap adalah salah satu keajaiban Tuhan untuk manusia.
** alert: tiga paragraf di bawah akan menceritakan apa yang terjadi selama proses kelahiran normal. Nggak perlu dibaca kalo takut menghadapi proses melahirkan.
Pada dasarnya, saat akan melahirkan, kontraksi terjadi secara periodik setiap 5 menit sekali dan semakin lama semakin pendek periodenya. Satu atau dua menit sekali. Saya tentu nggak tau gimana rasanya mengalami kontraksi. Tapi saya bisa menduga rasanya seperti kram dan nyeri perut. Reaksi alami saat terjadi kontraksi semacam ini adalah mengejan. Ini adalah momentum yang tepat agar bayi di dalam bisa didorong keluar. Tanpa ada kontraksi, tenaga untuk mengejan tidak akan cukup besar untuk bisa mendorong bayi. Itu dugaan saya.
Tiga jam lebih istri saya harus mengalami proses kontraksi... berusaha mengejan untuk mendorong bayi keluar. Tuas pegangan yang seharusnya digenggam seringkali berganti jd tangan saya. Genggaman yg kuat meninggalkan banyak bekas 'cakaran' di tangan saya. Untuk menambah serunya proses melahirkan normal, sebelum bayi keluar, ada event yang disebut dengan "bloody show". Darah segar keluar dan membuat proses melahirkan nampak mengerikan, terutama bagi mereka yang tidak tahan melihat darah.
Ketika kepala bayi sudah berada dalam jangkauan, maka bidan akan membantu menarik kepala tersebut dengan kedua telapak tangannya. Saya berdiri tepat samping istri dan mengamati prosesnya. Takjub melihat anak kami keluar untuk menghirup udara bumi untuk pertama kalinya. Darah dan cairan ketuban yang kental masih ada di tubuhnya. Dengan sigap bidan segera memotong tali pusar dan membersihkan dengan handuk. Terjawab sudah pertanyaan "aku keluar dari mana?" yang saya tanyakan ke mami, 30 tahun yang lalu.
Saya bersyukur bahwa putra kami lahir dengan sehat pukul 11.12 waktu Jepang. Berada di persentil 50, dengan berat 3kg dan panjang 49cm. Setelah proses kelahiran, istri saya berbisik ke saya, "kita punya anak satu aja ya...". Saya tersenyum, dan dalam hati yakin seyakin2nya bahwa jutaan ibu juga mengatakan hal yang sama ke suaminya, lalu beberapa waktu kemudian "nggak kapok" untuk punya anak ke-2, 3, 4, 5 dst.
***
Dengan proses kelahiran normal seperti itu, saya bisa pastikan akan ada "emotional bond" antara ibu dan anak yang nggak pernah bisa dipunyai oleh ayah. Anak itu akan disayangi dengan sepenuh hati setelah apa yang dialami selama mengandung dan puncaknya saat proses melahirkan. Si ibu akan merasakan sakit yang sama ketika si anak disakiti, akan selalu dibela dan dibanggakan. Kasih itu akan bertahan selamanya di hati sang ibu, no matter what.
Made in heaven, assembled in Japan: Hideaki Joshua Swastika, September, 4th 2012 |
Congrats! Welcome to the world, Hideaki! :)
BalasHapusThanks Prima!
BalasHapusSelamat ya Bapak.... nama depannya kayak nama depan bintang pilem idola saya hideaki takizawa...
BalasHapusLairan normal memang berkah... Salam buat ibu baru ya Pak... Kapoknya orang lairan itu cuma kapok lombok pak, kata orang jawa.
thanks bubu... :)
BalasHapushahaha2... kapok lombok... ilang pedesnya, besok kepengen lagi. :)
selamat atas kelahiran Hide-chan ^___^
BalasHapusThanks Ibu Monika... :)
Hapus