Berapa harga ketenangan?

Ketenangan itu mahal.

Setidaknya itu yang saya pelajari minggu lalu.

Dua minggu lalu, saya baru selesai memperbaiki sebuah hitungan di research saya (tentang gerakan diafragma). Analisa menggunakan metode terdahulu, ternyata memiliki margin kesalahan yang cukup signifikan. Artinya, ketika gerakan diafragma dimodelkan dengan menggunakan metode yang lama tersebut, beberapa titik dapat meleset sampai 12mm - yang mana cukup berbahaya ketika diterapkan untuk aplikasi klinis seperti radioterapi pada tumor.

Sebuah paper memberikan ide bahwa pemodelan yang lebih baik dapat dilakukan dengan metode "tensor-based decomposition". Paper ini tidak secara eksplisit menuliskan bahwa metode ini juga dapat diterapkan untuk memodelkan gerakan (diafragma). Tapi, namanya juga research. Semuanya masih meraba-raba. Kalo sudah pasti hasilnya, bukan lagi disebut research, tapi sains.

Hasilnya menggembirakan. Margin kesalahan dari model gerakan diafragma menggunakan metode yang baru ini dapat diperkecil hingga di bawah 1mm. Artinya pemodelan gerakan diafragma menggunakan metode ini cukup akurat. Untuk aplikasi klinis-nya, para radiolog dapat mengamati gerakan diafragma menggunakan model tersebut karena model tersebut cukup representatif dalam mewakili gerakan diafragma secara umum.

Tentu sensei senang dengan hasil yang jauh lebih baik ketimbang pemodelan menggunakan metode terdahulu. Segera sensei meminta saya untuk menuliskan full paper  yang akan segera disubmit ke jurnal tertentu, termasuk membuat poster untuk poster session-nya.

Nah, hari itu hari Jumat, sore hari. Sensei mengunjungi Lab dan bertanya2 tentang metode "tensor-based" yang diterapkan untuk pemodelan gerakan diafragma itu.

Beliau menyampaikan bahwa  besok ada simposium di Kyushu dan akan mempresentasikan poster hasil penelitian terbaru dari labnya (termasuk pemodelan gerakan diafragma menggunakan metode terbaru yang baru aja kelar). Ini simposium tahunan yang akan dihadiri oleh akademisi di bidang medical imaging yang mendapatkan dana penelitian dari pemerintah. Semacam laporan pertanggungjawaban terhadap dana penelitian yang telah didapatkan.

Oh, itu sebabnya hari Jumat sore gini sensei ke lab dan nanya2 tentang metode terbaru itu, pikir saya. Tapi nggak sampe di situ...

"Gimana kalo kamu besok ikut saya ke Kyushu?" tanya sensei dengan santai... "Jadi kalau nanti ada yang bertanya tentang metode ini, nanti kamu yang jelaskan. Secara garis besar saya bisa paham metode ini, tapi nanti kalau ada yang nanya perhitungannya secara detail, bisa kamu jelaskan..."

"Jauh ya sensei?" tanya saya - masih buta posisi geografis di Jepang.

"Emm... 2 jam perjalanan... Dengan pesawat."

Great! Sama kayak Malang-Jakarta - kurang lebih 900 km. Saya kira, sistem akademik di Jepang menganut "apa yang diinginkan oleh sensei, itu adalah suatu perintah yang wajib dilakukan".

"Jangan kuatir dengan tiket (dan hotel). Lab akan ganti..."

Saya sebenernya nggak kuatir dengan tiket. Saya lebih kuatir hari Minggunya nggak bisa sampai ke Tokyo untuk ibadah.

Setelah saya yakin bahwa hanya menemani di poster session hari Sabtu sore, dan minggu pagi sudah bisa kembali ke Tokyo, segera tiket pesawat dipesan secara online. Harga normal tiket pesawat Tokyo-Fukuoka (Kyushu) adalah sekitar 20rb yen. Tapi karena pesan hari H-1, maka harga tiket lebih mahal 3x lipat, yaitu 67rb yen (yang setara dengan tiket pesawat Tokyo-Jakarta).

Itulah harga sebuah ketenangan menurut versi seorang profesor di Jepang. Ketenangan mengikuti simposium yang dihadiri oleh akademisi di bidang medical imaging dari seluruh Jepang... Dengan memastikan bahwa di poster session ada yang bisa memahami dengan detail apa yang tertulis di situ.

Catatan kecil:
Setelah poster session berakhir di hari Sabtu sore, saya masih belum tahu akan tinggal di hotel mana karena memang belum mem-booking hotel. Saya memutuskan untuk bertemu dengan seorang teman, sesama kolega dosen di Malang yang tempat tinggalnya 1 jam dari Fukuoka. Kami sama2 mengajar di tempat yang sama. Hampir 1.5 tahun kami nggak pernah bertemu. Hotel saya malam itu adalah apartment beliau, di mana kami bisa ngobrol2 santai sampai dini hari. Senang sekali bisa bertemu dengan beliau.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Mengurus Visa Korea di Jepang

Day care di Jepang dan keadilan sosial