Chicago Trip
Chicago, 27 Nov - 4 Des 2011.
Just a simple note about my first trip to the US.
First of all, saya sengaja memilih tinggal di hotel yg jauuuh dr tempat seminar. Hari pertama tiba di bandara O'Hare, Chicago, saya memutuskan beli tiket kereta + bus terusan (Pass card) yang valid selama 7 hari seharga $28. Artinya saya bisa kemanapun di pelosok Chicago menggunakan tiket ini. Keputusan yang saya nobatkan sebagai keputusan terbaik sepanjang perjalanan saya di Amerika.
Dari hotel ke tempat seminar, berjarak 2 jam (yg ternyata takes 3.5hrs on the first day)... Rutenya 2 kali pindah kereta dan 1 kali naik bus (plus jalan kaki beberapa puluh meter). Kok milih yang jauh gitu?
Perjalanan yg jauh (saat naik kereta ato bus), membuat saya bisa lbh paham budaya org2 lokal (walopun artinya saya harus bangun jam 5 pagi untuk bisa tiba di tempat seminar tepat waktu). Pengalaman berinteraksi dgn org2 lokal, tidak akan bisa saya dapatkan seandainya jarak hotel ke tempat seminar bs ditempuh dgn jalan kaki.
Amerika, yang biasanya cuma saya tonton dari film-film Hollywood, ternyata beda kalo kita berada langsung di sana (setidaknya menurut saya). Nggak seperti Jepang yang cenderung homogen (satu ras dengan tipikal orang2 yang nyaris sama di seluruh Jepang), Amerika negara yang memiliki banyak keragaman (dan menghargai keragaman). Di kereta mudah sekali ditemukan orang asia dari berbagai bangsa, amerika latin, ato kulit hitam... Sesekali terdengar bahasa Inggris dengan berbagai logat. Di kereta atau di bus, ketika sedang menerima telepon, mereka akan berbicara dengan suara normal, sehingga siapapun bisa mendengarkan apa yang dibicarakan. Di Jepang, tidak banyak orang yang menelepon ato menerima telepon di kereta/bus. Kalopun harus menerima telepon di bus atau di kereta, mereka akan bicara dengan suara yang nyaris tak terdengar agar orang di sebelahnya tidak merasa terganggu.
Karena banyak orang dari berbagai ras, maka sulit membedakan apakah seseorang warga negara amerika ato orang asing. Dan sepertinya orang2 Amerika sudah terbiasa dengan keberagaman semacam itu. Saya tidak terlalu merasakan adanya diskriminasi karena wajah Asia saya atau karena saya berbicara dengan Bahasa Inggris dengan entah-aksen-apa (orang Amerika juga tidak terlalu peduli dengan aksen sejauh dia bisa memahami). Saat naik bus, kereta, atau di supermarket, saya diperlakukan sama seperti orang2 yang lain, tidak ada perbedaan. Beda dengan di Jepang. Orang Jepang sedikit jaim ketika berhadapan dengan orang asing... Either terlalu ramah atau terlalu menjaga jarak.
Buat saya, Chicago adalah tempat yang menarik. Menarik untuk dikunjungi, tapi (setidaknya sampe sekarang) bukan tempat yang cocok (bagi saya) untuk dijadikan tempat tinggal tetap. My home will always be in Indonesia.
Just a simple note about my first trip to the US.
First of all, saya sengaja memilih tinggal di hotel yg jauuuh dr tempat seminar. Hari pertama tiba di bandara O'Hare, Chicago, saya memutuskan beli tiket kereta + bus terusan (Pass card) yang valid selama 7 hari seharga $28. Artinya saya bisa kemanapun di pelosok Chicago menggunakan tiket ini. Keputusan yang saya nobatkan sebagai keputusan terbaik sepanjang perjalanan saya di Amerika.
Dari hotel ke tempat seminar, berjarak 2 jam (yg ternyata takes 3.5hrs on the first day)... Rutenya 2 kali pindah kereta dan 1 kali naik bus (plus jalan kaki beberapa puluh meter). Kok milih yang jauh gitu?
Perjalanan yg jauh (saat naik kereta ato bus), membuat saya bisa lbh paham budaya org2 lokal (walopun artinya saya harus bangun jam 5 pagi untuk bisa tiba di tempat seminar tepat waktu). Pengalaman berinteraksi dgn org2 lokal, tidak akan bisa saya dapatkan seandainya jarak hotel ke tempat seminar bs ditempuh dgn jalan kaki.
Amerika, yang biasanya cuma saya tonton dari film-film Hollywood, ternyata beda kalo kita berada langsung di sana (setidaknya menurut saya). Nggak seperti Jepang yang cenderung homogen (satu ras dengan tipikal orang2 yang nyaris sama di seluruh Jepang), Amerika negara yang memiliki banyak keragaman (dan menghargai keragaman). Di kereta mudah sekali ditemukan orang asia dari berbagai bangsa, amerika latin, ato kulit hitam... Sesekali terdengar bahasa Inggris dengan berbagai logat. Di kereta atau di bus, ketika sedang menerima telepon, mereka akan berbicara dengan suara normal, sehingga siapapun bisa mendengarkan apa yang dibicarakan. Di Jepang, tidak banyak orang yang menelepon ato menerima telepon di kereta/bus. Kalopun harus menerima telepon di bus atau di kereta, mereka akan bicara dengan suara yang nyaris tak terdengar agar orang di sebelahnya tidak merasa terganggu.
Karena banyak orang dari berbagai ras, maka sulit membedakan apakah seseorang warga negara amerika ato orang asing. Dan sepertinya orang2 Amerika sudah terbiasa dengan keberagaman semacam itu. Saya tidak terlalu merasakan adanya diskriminasi karena wajah Asia saya atau karena saya berbicara dengan Bahasa Inggris dengan entah-aksen-apa (orang Amerika juga tidak terlalu peduli dengan aksen sejauh dia bisa memahami). Saat naik bus, kereta, atau di supermarket, saya diperlakukan sama seperti orang2 yang lain, tidak ada perbedaan. Beda dengan di Jepang. Orang Jepang sedikit jaim ketika berhadapan dengan orang asing... Either terlalu ramah atau terlalu menjaga jarak.
Buat saya, Chicago adalah tempat yang menarik. Menarik untuk dikunjungi, tapi (setidaknya sampe sekarang) bukan tempat yang cocok (bagi saya) untuk dijadikan tempat tinggal tetap. My home will always be in Indonesia.
Komentar
Posting Komentar