Kisah Rujak Petis

Bulan depan, genap 10 bulan saya di Jepang. Most likely, masih ada 40 bulan lagi yang akan saya lewati di sini. So exciting...dan mulai terbiasa dengan gaya hidup di Jepang yang serba tepat waktu. Ngerti rasanya ditinggal ditinggal kereta gara-gara telat beberapa detik. Kalo di Indonesia, ada angkot yang mau jalan, kita masih bisa lari2 ngejar angkotnya... Dan, para penumpang di dalamnya biasanya akan ber-baik hati untuk menyuruh sopir berhenti agar kita bisa naik. Juga pas angkot nggak mau jalan2 karena nunggu penuh, penumpang juga nggak protes. That's the way it is... Kalo mau ya monggo naek, kalo nggak... ya beli aja kendaraan pribadi.

Di sini, makan di depot ato restoran harus mengikuti aturan baku yang ditetapkan. Sebagian restoran, di dekat pintu masuk dilengkapi dengan vending machine yang ada gambar2 makanan yang siap dipilih. Pembeli tinggal masukkan uang, dan pencet gambar/tombol sesuai dengan makanan yang mau dibeli. Vending machine akan mengeluarkan selembar tiket yang kemudian diberikan ke mbak/mas penjaganya. Kita tinggal duduk dan nunggu. Makanan yang ada bener2 baku sesuai dengan gambar... mulai dari berat, jumlah kalori, panjang dan diameter mie, volume kuah sampe jumlah daun bawang. Next time kita makan dan pesen yang sama, kita akan dapet exactly the same. Nggak ada sistem kekeluargaan kayak di Indonesia... "Mas, mie-nya yang asin ya, nggak pake daun bawang, terus bawang gorengnya yang banyak..." Mas-nya pasti bingung karena mie semacam itu nggak ada di menu.

Kalo restoran nggak vending machine, mas/mbaknya pasti bawa alat pencatat pesanan kayak di Pizza hut Indonesia (nggak pake kertas). Pesanan pelanggan udah ada di menu alatnya. Mas/mbaknya tinggal pencet sesuai pesanan, dan bill akan dicetak saat itu juga. Kita tinggal nunggu. Sekali lagi, kita nggak bisa seenak udel minta customize... "Minta tambah kuah ya", "dagingnya nggak mau, diganti telor ceplok", "mie-nya nyemek2 ya". Nggak bisa kayak gitu, karena nggak ada di menu...

Kalo Indonesia, penjualnya jenius... Bapak yang jual soto di Jl Sempu, bisa ngelayani belasan tipe soto yang berbeda dalam satu waktu, tanpa pake catetan sama sekali! Sekali pesen ada puluhan kemungkinan... Soto biasa nggak pake gubis, soto biasa nasinya separuh, soto jerohan nggak seledri, soto telor saja nggak pake nasi, soto jerohan pake lontong, belum lagi kombinasi untuk porsi separuh dengan add-on/fitur yang berbeda2.

Beli rujak di Indonesia, juga bisa customize. Rujak cabe 5, nggak pake cingur, buahnya timun saja. Rujak nggak pedes, asin, minta tambah kacang, tapi nggak mau sayur, rujak petisnya dikit, nggak mau tahu tapi ganti tempe, rujak nggak pake lontong minta tambah sayur, dan puluhan kombinasi lain. Ajaibnya, penjual di Indonesia, sanggup melayani berbagai kombinasi pesanan pembeli tersebut. Sistemnya juga sistem kekeluargaan, tanpa ada charge tambahan.

Hal yang sama juga berlaku untuk penjual pangsit mie, nasi goreng, pecel, chinese food, atau juice.

Saya bayangkan, kalo sistem ini diterapkan di Jepang.
Warung Rujak Petis Makoto.
Di dekat pintu masuk ada sedikitnya 2 vending machine. Agar mempermudah untuk orang2 yang nggak mau repot, diberikan menu "Rujak petis default 1 (pedas)" dengan komponen standard: cabe 5 biji, tempe 3 potong, tahu 3 potong, menjes 3 potong, lontong 5 potong, cingur 3 potong, "Rujak petis default 2 (sedang)" dengan komponen standard sama seperti default 1, kecuali jumlah cabe jadi 2 biji dan "Rujak petis default 3 (tidak pedas)" yang tanpa cabe. Harga rujak default adalah 300 yen (setara 30ribu) - yang mana bisa dianggap makanan yang sangat murah.

Rujak petis Makoto juga bisa customize. Untuk yang customize, ada tombol cabe (dalam satuan biji, per biji 15 yen - setara dengan dengan Rp. 1500 - iya emang cabe mahal di sini), tombol tempe (dalam satuan potong, per potong 10 yen), tombol tahu (dalam satuan potong, per potong 10 yen), tombol menjes (dalam satuan potong, per potong 10 yen), tombol cingur (dalam satuan potong, per potong 25 yen), tombol sayur (dalam satuan 20 gram, per 20 gram 15 yen), tombol cambah (dalam satuan 10 gram, per gram 5 yen), tombol lontong (dalam satuan potong, per potong 5 yen), tombol timun (dalam satuan potong, per potong 5 yen), tombol kacang plus - untuk rujak dengan tambahan kacang (dalam satuan 10 gram, per 10 gram 10 yen).

Jadi, sekarang pembeli bisa beli rujak cabe 5 (75 yen), tempe 5 potong (50yen), menjes 3 potong (30yen), tahu 3 potong (30yen), cingur 1 potong (25yen), sayur 60gram (45yen), cambah 30gram (15yen), lontong 20 potong - biar kenyang (100yen). Totalnya adalah 370 yen (sekitar Rp. 37ribu).

Yang gawat, kalo ada pembeli bilang... "Mas, saya cuman punya uang 300 yen, tapi pengen makan rujak yang pedes... Tolong diaturkan dong, rujak yang paling pas..."

* Solusi: di vending maching perlu ditambah fitur kecerdasan buatan untuk menentukan pesanan yang optimal berdasarkan konstrain jumlah uang tertentu *




Komentar

  1. Haha, mantap tuh pak. peluang bisnis di jepang. siapa tahu ada pasar yang menginginkan sistem customize itu. kalo emang berpeluang, bisa dipikirkan tuh sistemnya gimana..

    BalasHapus
  2. Ekspor petis-nya yang bakal mahal... Hehe2...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Day care di Jepang dan keadilan sosial

Mengurus Visa Korea di Jepang