Beasiswa ke Jepang? Enak ya...

Masih belum genap 2 minggu saya di Jepang (sejak sampe Narita tanggal 11 September lalu). Ketika masih di Indonesia, ungkapan "Wiih... enak ya bisa ke Jepang gratis..." sering saya dengar (baik secara eksplisit maupun implisit melalui body language).

Benaran enak ya? Ya... bisa disebut enak kalo definisi enak adalah:
  • Bisa jalan-jalan ke Jepang dengan tiket pesawat PP dibayarin.
  • Bisa menikmati tenangnya taman kota di sore hari tanpa kuatir dipalak preman.
  • Bisa ke mall di Tokyo yang dipenuhi dengan orang2 dengan berbagai dandanan (yang membuat kita aneh jika berjalan tanpa dandanan apapun)
  • Bisa menikmati praktisnya sistem transportasi menggunakan kereta, yang biaya untuk sekali transfer antar stasiun dalam jarak kurang dari 5KM bisa dipake naek mikrolet Arjosari-Tidar seminggu.
  • Bisa mencoba makanan dan minuman baru yang higienitasnya dipastikan terjamin.
  • Bisa mendapatkan teman-teman baru dengan latar belakang budaya yang berbeda.
  • Bisa mendapatan sistem pendidikan yang kabarnya salah satu yang terbaik di dunia.
  • Bisa jalan-jalan ke Tokyo Disneyland atau Tokyo DisneySea yang penuh dengan atraksi spektakuler (yang kalo di Indo katanya tempat liburannya orang kaya - padahal tiket masuknya setara dengan upah tukang sapu jalanan ato cleaning service sehari).
  • Bisa menikmati teknologi tercanggih untuk televisi, gadget, internet, dan perangkat2 elektronik lainnya.
  • Bisa pergi ke negara2 tetangga (Korea, China, Taiwan, Hongkong) dengan biaya tiket dan biaya hidup lebih murah ketimbang berangkat dari Indonesia.
So far enak. Tapi bayangkan kamu menghadapi situasi-situasi seperti ini:
  • First of all, kamu hidup di lingkungan di mana sebagian besar org2nya tidak mengerti bahasa yang kamu ngerti dan hanya ngerti bahasa yang tidak kamu mengerti. Jadi, either kamu yang berusaha ngerti ketika diajak ngomong ato kamu ngomong tapi nggak dimengerti atau menggunakan bahasa universal dunia, tubuh.
  • Kamu hidup dimana SEMUA INSTRUKSI ditulis dalam karakter2 yang seumur2 kamu nggak pernah nyangka bahwa karakter2 aneh itu ternyata punya arti. Which means, pas kamu naek kereta, kamu harus observasi dulu bagaimana caranya... Mau dibaca juga gak ngerti, mau nanya mas kondekturnya, dianya yang nggak ngerti. Hal yang sama terjadi ketika kamu mau laundry baju di mesin pencuci otomatis, membeli tiket kereta, beli makanan/minuman di vending machine, telepon di telepon umum, dsb.
  • Ketika pertama dateng, kamu nggak punya kolega sama sekali. Which means, all by yourself. Dalam keadaan nggak ada kolega seperti itu, hukum "nobody cares" akan berlaku. In my case, PPI-Chiba (Persatuan Pelajar Indonesia) sangat membantu. Tanpa dibantu rekan2 PPI-Chiba, kami akan so much in trouble.
  • Lalu waktu pertama dateng, kamu nggak ada tempat tinggal tetap dan harus segera cari apartemen (secara asrama kampus baru bisa dimasuki bulan Januari tahun depan). Proses mencari apartemen nggak semudah kayak cari kos2an di Indonesia - yang 5 menit udah deal harga dan langsung bisa masuk kamar. Di Jepang, mencari apartemen butuh waktu minimal 2 hari sebelum kunci apartemen diberikan. Di apartment agency kamu dipaksa untuk mengerti apa yang dijelaskan dalam Bahasa Jepang... Kalo oke, kamu harus tanda tangan di sebuah kertas yang disebut dengan "kontrak apartemen" di mana akan berjumpa kembali dengan ratusan karakter aneh yang buat kamu nggak ada artinya.
  • Setelah dapet tempat tinggal, bukan berarti semua beres. Apartemen yang disewa, hanya dilengkapi AC dan shower buat mandi. Nggak ada kasur empuk, nggak ada peralatan dapur, nggak ada kulkas, nggak ada TV, nggak ada mesin cuci... Mau masak nasi? Berasnya sih jual, tapi rice cookernya? Mau masak mie instan yang dibawa dari Indonesia? Kompornya mana? Mau makan makanan instan yang dijual di supermarket? Bisa, opsinya dihangatin pake microwave, ato dimakan dingin2 (karena semua makanan instan di supermarket dipajang di refigrator). The best choice adalah makan di rumah makan. Hanya saja di sini nggak ada cabangnya soto lombok, nggak ada cabang rawon nguling, nggak ada pecel panderman, nggak ada lalapan mega mendung... Kalopun makan, kita harus milih yang ada gambar makanannya lalu nunjuk ke mbak pelayannya. Kalo nggak ada gambarnya dan asal nunjuk tulisan, you have no idea makanan apa yang akan muncul...
  • Berikutnya transportasi. Nggak ada mobil pribadi ato sepeda motor untuk bepergian jarak dekat (<=3KM). Nggak ada mikrolet jurusan AG ato ADL apalagi ojek. Jadi bagaimana? Ya, kembali ke metode transportasi di awal peradaban manusia... Bukan naik kuda, jauh sebelum itu... Jalan kaki. Bahkan untuk mencari tau di mana ada supermarket yang jual kebutuhan sehari2, kamu harus trial and error, menggunakan algoritma brute-force keliling kota dengan resiko kesasar karena papan petunjuk arah-pun menggunakan karakter aneh yang nggak kamu ngerti.
  • Gimana dengan uang? Karena masih baru, tentu kamu nggak punya bank account. Nggak ada ATM yang bisa dengan gampang tinggal tarik kayak pas di Indonesia. Jadi harus segera buka rekening bank agar uang dari Indonesia segera bisa ditransfer. Good idea! Segera buka rekening. Tapi ketika buka rekening, sekali lagi semua instruksi disajikan dalam bahasa kanji. Selain itu, syarat memiliki ID Card harus dipenuhi. Jadi harus memiliki ID Card. Oke, bagaimana mendapatkan mendapatkan ID Card? Menurut mbaknya, ID Card didapatkan dengan cara mendafatarkan diri di Ward Office - kalo di Indonesia namanya kantor catatan sipil. Di Malang saya tau persis letaknya dan saya bisa ke sana dengan naek mikrolet, sepeda motor, ojek, mobil, ato jalan kaki dengan mata terpejam. Tapi ini di Jepang...
Keadaan ini sangat jauh dibandingkan dengan ketika hidup di Indonesia. Ada tempat tinggal, ada kendaraan, lingkungan yang sangat ramah satu sama lain, kebutuhan pokok dapat terpenuhi... Di sini memulai segala dari 0...

Tapi overall, saya enjoy dengan lingkungan baru ini. Semakin lama pasti getting better walaupun di awal harus struggling. Kalo ada yang bilang "Wiiih, enak ya bisa dapet beasiswa ke Jepang...", hmm... you just have no idea what I've been through. :)

Diketik di Mall 1000City (Sencity), Chiba tanggal 22 September 2010 Pk. 18.38
(Sementara menunggu istri jalan2 di Sogo - nggak dia nggak belanja kok, cuman liat2 dan bandingkan harga)

Komentar

  1. Wuiiih, enak ya bisa dpt beasiswa ke Jepang.....hihihihi.....

    -anneke-

    BalasHapus
  2. Posting ini ngingetin aku ama apa yang aku alami tahun kemarin hehe.

    Cuma dalam kasusku aku cukup beruntung.
    Universitas sudah mempersiapkan akomodasi, rekening bank, pendaftaran ke city hall dan segala urusan administrasi.

    Meski untuk urusan akomodasi, kamarku cukup mahal dibanding kalo mau cari sendiri.
    Mana kontrak dalam Bahasa Belanda, dimana aku gak belajar ini bahasa sebelum berangkat (untunglah ada banyak kosakata Bahasa Indonesia yang menyerap Bahasa Belanda).
    Tapi ya untungnya mahal uda plus perabotan.

    PPI memang bener2 membantu aku setuju banget.
    Setidaknya mereka-mereka lah yang membuat perasaan feels like home ada.

    Tapi di akhir cerita memang tetep enjoy.
    Menikmati dan beradaptasi dengan suasana baru, berhadapan dengan budaya yang berbeda.
    Dan mau gak mau memang belajar bahasa mereka akan sangat banyak membantu hehe.
    (karena kalo gak akan berasa terasingkan)

    Btw, sukses ya Pak PhD nya.
    Ditunggu posting2 inspirasional berikutnya hehe.

    BalasHapus
  3. enak y pak...

    internetnya banter gk pak???

    BalasHapus
  4. sukses ya pak... Tuhan memberkati. g sabar untuk mengalami hal yg sama di negri lain =)
    Vann

    BalasHapus
  5. setelah membaca posting ini, semakin pingin ke jepang pak.. eheh
    seharusnya sebelum ke sana, dasar bahasa harus dikuasai dulu. at least bisa baca "karakter aneh" tersebut, walopun gag tau artinya..
    ehehe...
    sukses pak...

    BalasHapus
  6. akhirnya, setelah cita2 melanjutkan skul tercapai, anda merasakan juga apa yg teman2 laen rasakan saat pertama kali sampai dan tinggal di negri asing... :) yaaa gitu deh... penuh kejutan... so enjoy the journey ya... wish u all the best :) Ganbatte neee~! ^^

    BalasHapus
  7. @Anneke: iyah... enakkkk banget... :)

    @Belinda: Jangan berenti sampe master, teruskan sampe Ph. D dan Postdoc...!! Kalo bisa di negara yang berbeda.

    @Miedi: Internet kenceng bangeeeett ngeett... (dibandingkan Speedy)

    @Vann: Pasti bisa. Pasti ada jalan. Amin!

    @daviedR: Kalo nunggu bisa baca tulis, nggak berangkat2 ntar... :)

    @nophee: Thanks Novie, what a wonderful experience!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Day care di Jepang dan keadilan sosial

Mengurus Visa Korea di Jepang