Indonesia negara berkembang, so what?

Dulu (entah saya masih SMP atau SMA), di pelajaran geografi, sering disebut-sebut bahwa Indonesia adalah negara berkembang, sedangkan Amerika adalah negara maju. Tentu, saat itu saya tidak bisa benar-benar membayangkan apa beda negara berkembang dengan negara maju. Dalam kerangka pikir seorang anak yang berusia belasan tahun, negara maju adalah negara yang teknologinya maju. Banyak mobil, banyak pabrik, banyak barang-barang canggih.

Sekarang, saya tahu bedanya dengan lebih jelas (setelah merasakan hidup di negara maju).

Salah satu beda yang menarik antara negara berkembang dengan negara maju adalah sistem ekonomi. Saya bukan ahli ekonomi. Tapi saya mengamati, di negara maju, sistem ekonomi sudah stabil, sehingga siapapun yang mau bekerja keras, maka standard kehidupannya akan meningkat. Dia dapat menikmati apa yang bisa dinikmati "orang kaya". Contoh, di Jepang banyak sekali lowongan kerja part-time. Di stasiun, majalah yang memuat ratusan lowongan kerja part-time (ataupun full-time) bisa diambil dengan cuma-cuma. Pekerjaan mulai dari yang gampang (seperti menjadi kasir, menata barang di supermarket, mencuci piring di restoran, pengantar susu/makanan), yang butuh tenaga (bongkar bangunan, konstruksi, mengolah makanan, atau melakukan sortir  barang2), yang butuh skill (desain, operator komputer, menjadi guru les, merangkai bunga), yang berhubungan dengan entertainment dan sebagainya. Intinya, siapapun dia (entah anak SMA, mahasiswa, ibu rumah tangga ataupun bapak rumah tangga) pasti akan ada pekerjaan yang bisa dilakukan.

Berapa upahnya? Upah rata-rata adalah 1.000 yen (atau setara Rp. 100rb) per jam. Kalau mau kerja keras, misalnya pagi kerja di supermarket selama 8 jam, lalu malamnya kerja di konstruksi selama 6-8 jam (karena sebagian besar konstruksi dikerjakan saat malam hari - agar tidak terlalu mengganggu lalu lintas), maka dalam sehari dia bisa mendapatkan 16rb yen. Untuk makan 3x sehari, kira-kira menghabiskan 2rb yen (masih sangat surplus). Jika dalam sebulan bekerja 25 hari (sabtu-minggu istirahat), maka dalam sebulan kurang lebih bisa mendapatkan 400rb yen (16rb perhari kali 25 hari). Untuk sewa apartemen dan biaya bulanan (gas, listrik, dan air), kurang lebih 50rb yen. Untuk makan kurang lebih 60rb yen. Dengan kerja keras, kebutuhan pokok (makan, rumah dan pakaian) bisa dipenuhi tanpa kekurangan. Malah, bisa saving 200-250rb yen setiap bulannya.

Dari saving tersebut, kalau dia ingin membeli mobil city car baru (yang harganya 1jt yen), maka dia cukup saving selama 5 bulan dan sudah dapat menikmati mobil baru gresss. Kalau dia ingin jalan2 ke luar negeri (yang kurang lebih menghabiskan 300rb yen untuk 1 minggu pelesir di Bali), dia cukup saving selama 2 bulan. Kalau dia ingin Ipad2 ato Iphone 4s (yang harganya kira-kira 50rb yen), kurang dari setengah bulan dia sudah bisa membeli. Teknologi seperti laptop, hp, tablet bukan impian yang susah diraih. Asal mau kerja keras dengan gaya hidup yang tidak konsumtif, maka dalam beberapa bulan, barang-barang itu bisa terbeli (dan tentu kebutuhan pokoknya tetap dapat terpenuhi).

Ini kontras dengan keadaan di negara berkembang. Di Indonesia, saya banyak menemui orang-orang yang bekerja dengan sangat keras (dari pagi sampe malem, kaki jadi kepala dan kepala jadi kaki), tapi penghasilannya pas-pasan. Jangankan beli mobil, untuk kebutuhan pokok-pun sudah untung kalo bisa dipenuhi tanpa berhutang. Anak-anak mereka diusahakan untuk sekolah, namun ketika biaya sekolah semakin membebani, maka tidak banyak pilihan... Kemungkinan tidak melanjutkan sekolah - dan anak-anak tersebut, mulai terjebak untuk mengikuti pola kerja orang tuanya. Bekerja keras, namun penghasilan yang didapatkan pas-pasan.

Saya yakin, orang-orang ini bukan orang yang malas. Mungkin karena tidak memiliki skill atau kepandaian (gara-gara tidak dapat melanjutkan sekolah), maka dia tidak bisa kerja dengan penghasilan layak. Walaupun mereka nggak kepingin seperti itu, tapi tidak banyak yang bisa dilakukan selain tetap bekerja dari pagi sampai malam. Sekedar melanjutkan hidup. Barang-barang kebutuhan sekunder, seperti hp canggih, laptop, komputer, mobil atau bepelesir ke luar negeri hanyalah impian di siang bolong.

Entah sampai kapan. Atau lebih tepat entah sampai generasi ke berapa pola hidup kerja-keras-tapi-hasil-pas-pasan akan dialami.

Indonesia sekarang adalah negara berkembang. Kerja keras bukan jaminan mendapatkan hidup layak.
Tapi suatu saat harus jadi negara maju... Sehingga siapa pun yang mau kerja keras, harus bisa mendapat standard hidup yang layak.



Komentar

  1. Sepertinya masalah pekerjaan di Indo itu semacam lingkaran setan, Pak...jadi satu sama masalah kependudukan dan minimnya lapangan kerja.

    Kalo di Jepang, teknologinya sudah maju sehingga negaranya kaya. Negara kaya  duitnya banyak. Sementara di sisi lain, jumlah penduduknya sedikit. Jadi, ga ada masalah kalo mau menggaji orang dengan jumlah yg tinggi.

    Sedangkan kalo di Indo, jumlah penduduknya banyak. Tapi duitnya sedikit soalnya sumber daya-nya habis dikelola pihak asing. Jadinya kita punya sumber daya tapi ga bisa menikmatinya dgn maksimal. Ato kalo ga, habis sama koruptor. Kalo mau mengembangkan teknologi juga terkendala. Karena, orang2nya mau kerja apa kalo semua udah pake mesin?? (ini mungkin juga bisa jadi alasan kenapa iptek di Indo kurang tumbuh subur...menurut saya). Jadinya, lapangan2 kerja di Indo umumnya ya padat karya, bukan padat modal (apalagi padat teknologi). Dan kalo padat karya begitu, gaji yang tersedia pun harus dibagi rata untuk pekerja2 yg jumlahnya banyak tsb. Ujung2nya spt yg Pak Win bilang...kerja sekeras apapun gajinya ya segitu-gitu aja.

    Kalo ga ada terobosan yg ekstrem sptnya mimpi utk menjadi negara maju thn 2025 harus diperpanjang lagi. Tapi saya sndr juga ndak tau terobosan yg ekstrem itu spt apa yg cocok utk Tanah Air...^_^

    BalasHapus
  2. iya bu... miris kalo dipikir2. mungkin kalo udah banyak doktor2 muda lulusan luar negeri, bisa meningkatkan kualitas pendidikan... kalo kualitas pendidikan meningkat, sumber daya manusia juga meningkat, kalo sumber daya manusia meningkat, sumber daya alam juga lebih bisa diolah untuk kesejahteraan rakyat, sehingga ekonomi juga semakin meningkat... maka, ayo segera jadi doktor muda lulusan luar negeri. :)

    BalasHapus
  3. tadi aku ikut kuliahulan Pak Boediono tentang Penanggulangan Kemiskinan. Terlalu umum bahasan Bapak Wapres.
    nah kalau mau kemiskinan dikurangi, emang salah satunya meningkatkan pendidikan. kualitas pendidikan meningkat tetapi kalau rakyatnya masih bermental 'anak2 ga usah terlalu tinggi disekolahin, mending cari duit' ya susah. dan sayangnya banyak banget yang seperti itu. apalagi di daerah yang jauh dari peradaban kota. jadi yang pertama diselesaikan masalah yang mana ya?

    BalasHapus
  4. menanggapi komennya Dian (maaf....manggilnya mas ato mbak ya??):
    sptnya permasalahan di Tanah Air sdh sangat kompleks jadi harus diberesin semua barengan...dari kemiskinan, pendidikan, penduduk, kesejahteraan, dkk. Tapi buat saya, prioritas utama adalah pendidikan (terutama pendidikan dasar) yg harus segera diberesin. Bukan sekedar mengenalkan baca tulis hitung, tp juga mengubah pola pikir spy anak2 punya keinginan utk maju, ga stuck dlm kehidupan yg itu2 aja. So, kegiatan2 spt Indonesia Mengajar-nya Pak Anies Baswedan itu bagus banget utk dikembangkan. Saya denger skrg sdh masuk gelombang ke-2...tenaga pengajarnya smkn banyak, dan daerah cakupannya jg semakin luas. Mungkin ini salah satu hal yg bisa dikategorikan sbg terobosan ekstrem yg bisa mengubah nasib pendidikan di Tanah Air.

    menanggapi komennya Pak Win:
    waduw...kok ujung2nya 'mengoprak-oprak' utk jadi doktor ya?? hehehe!! ya itu memang jadi tujuan jangka panjang Pak....tp blum tau kapan dpt passionnya...mohon doanya aja, Pak ^_^

    BalasHapus
  5. Bu mon... "Dian" yang komen di atas itu salah satu orang penting-nya UMC loo... dua tahun lg bakal jadi salah satu dari segelintir ekonom yg ada di UMC... (msih muda, tp ilmu ekonominya udah tingkat dewa, hehe2...)

    @Bu Dian: langkah kemendiknas ngasih beasiswa untuk orang2 yg potensial, kayaknya udah pas bu... Mungkin 5-10 taon ke depan, ada ratusan ato ribuan org pinter yg muncul karena langkah kemendiknas saat ini... semoga saat itu peningkatan kualitas pendidikan juga meningkat secara signifikan... :) (tantangan nih bagi yang udah dikasi "ladang pendidikan" sbg ladang pelayanan).

    BalasHapus
  6. ooww....Bu Dian to?? Maap...saya ndak tau. Bolak balik ktmu di twitter tp baru sekali in ktmu di blognya Pak Win ^_^
    Apa kabar, Bu?? Hehehe!!

    @Pak Win:
    iya Pak...semoga programnya membuahkan hasil signifikan...asal yg dibiayai sampe ke luar negeri bersedia kembali ke Tanah Air ^_^

    BalasHapus
  7. *langsung batuk2 dibilang ekonom yang sudah tingkat dewa* saya masih anak kemaren sore pak..huhuhu..masih belum memahami persoalan..makanya sekolah buat paham dan mencoba menelaah..

    banyak teman2ku yang dari NTT, Papua yang bilang bahwa kesadaran akan pendidikan sangat minim..mending uang dibuat pesta daripada sekolah anak..miris ya..mereka yang sekolah sampai tinggi akhirnya yang punya hati untuk membangun daerahnya..salut deh

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Day care di Jepang dan keadilan sosial

Mengurus Visa Korea di Jepang