Asosiasi 500 yen
Posting twitter hari ini: "Gaikokujin toroku shoumeisho「外国人登録証明書」- how difficult to read or even pronounce it last year."
Facebook memiliki fitur untuk menampilkan status yang kita tulis tahun lalu. Somehow, status tahun lalu ini muncul. It said: "Gaikokujin toroku shoumeisho「外国人登録証明書」 = Alien Registration Card. We simply call it, "KTP"".
Saya ingat kenapa menuliskan status ini.
Saat itu saya baru beberapa hari tiba di Jepang. Sedang mengurus Alien registration card di kantor kecamatan setempat. Nama resminya adalah gaikokujin touroku shoumeisho. Waktu itu, boro-boro baca... Nginget namanya aja susah banget. Nggak ada asosiasi sama sekali di otak apa arti kata itu.
Setahun kemudian, kata itu mudah sekali dilafalkan, bahkan bisa membaca dengan lancar. Banyak asosiasi yang membuat saya dengan mudah mengingat dan membaca karakter-karakter itu. Kata pertama "Gaikokujin" terdiri dari 3 kata, yaitu 外 (gai), 国 (koku), dan 人 (jin). Kata "gai" artinya "luar", "koku" berarti "negara" dan "jin" berarti "orang". Secara harfiah dapat diartikan "orang luar negeri". Beberapa orang Jepang menyingkat menjadi "gaijin" - yang bagi sebagian orang merupakan salah satu bentuk diskriminasi. Sama seperti ketika orang Indonesia memanggil orang luar negeri dengan sebutan "bule".
Kata kedua adalah "touroku". Kata ini terdiri dari dua karakter kanji, "登" (tou) dan "録" (roku) yang artinya adalah pendaftaran. Kata ketiga adalah "shoumeisho" yang berarti sertifikat (atau dokumen resmi untuk menyatakan sesuatu), seperti ketika saya dinyatakan lulus sebagai mahasiswa doktor periode April 2012, saya dikirimi "shoumeisho" yang menyatakan saya diterima. Jadi, ada beberapa asosiasi kata "shoumeisho" yang saya dapatkan lewat pengalaman sehari-hari - sehingga ketika kata tersebut muncul, setidaknya muncul juga asosiasi yang pernah saya alami terhadap kata tersebut.
Jadi berbahasa adalah tentang asosiasi.
Asosiasi ini diperoleh lewat cara yang bermacam-macam. Mendengar, membaca, diberi tahu, mengalami, atau melihat. Semakin "mahal" mendapatkan asosiasi tersebut, biasanya kata-kata akan semakin tertancap. Begitu juga sebaliknya, semakin "murah" (atau mudah) mendapatkan asosiasi tersebut, kata akan cenderung dilupakan.
Ngomong2, saya mendapatkan asosiasi kata 入ります ("hairimasu") - yang berarti masuk/bergabung dengan cara yang cukup "mahal". Ketika membeli sepeda di supermarket tahun lalu, si penjual menunjukkan "kartu" yang saya sama sekali nggak punya asosiasi terhadap huruf kanji di dalamnya. Si penjual bertanya sambil menyodorkan kartu, "hairimasuka?" Kata "ka" di belakang adalah kata tanya yang bisa dijawab dengan "ya" atau "tidak". Somehow, saya memilih menjawab dengan "ya". Lalu saya diminta untuk membayar 500 yen (setara dengan 5 kaleng minum/soft drink)
Tanpa banyak tanya (karena belum bisa ngomong), saya membayar tanpa tahu apa yang sedang saya bayar. Terakhir saya tahu bahwa "hairimasu" berarti masuk/bergabung. Kartu yang disodorkan adalah asuransi kehilangan. Jadi si penjual bertanya apakah mau ikut asuransi kehilangan dengan membayar 500 yen? Jika waktu itu saya menjawab "tidak", saya nggak kehilangan 500 yen. Tapi, sebagai gantinya, "hairimasu" tidak akan berasosiasi apapun di otak saya.
Sekarang, uang 500 yen yang saya keluarkan, membuat saya ingat betul dengan arti kata "hairimasu".
Facebook memiliki fitur untuk menampilkan status yang kita tulis tahun lalu. Somehow, status tahun lalu ini muncul. It said: "Gaikokujin toroku shoumeisho「外国人登録証明書」 = Alien Registration Card. We simply call it, "KTP"".
Saya ingat kenapa menuliskan status ini.
Saat itu saya baru beberapa hari tiba di Jepang. Sedang mengurus Alien registration card di kantor kecamatan setempat. Nama resminya adalah gaikokujin touroku shoumeisho. Waktu itu, boro-boro baca... Nginget namanya aja susah banget. Nggak ada asosiasi sama sekali di otak apa arti kata itu.
Setahun kemudian, kata itu mudah sekali dilafalkan, bahkan bisa membaca dengan lancar. Banyak asosiasi yang membuat saya dengan mudah mengingat dan membaca karakter-karakter itu. Kata pertama "Gaikokujin" terdiri dari 3 kata, yaitu 外 (gai), 国 (koku), dan 人 (jin). Kata "gai" artinya "luar", "koku" berarti "negara" dan "jin" berarti "orang". Secara harfiah dapat diartikan "orang luar negeri". Beberapa orang Jepang menyingkat menjadi "gaijin" - yang bagi sebagian orang merupakan salah satu bentuk diskriminasi. Sama seperti ketika orang Indonesia memanggil orang luar negeri dengan sebutan "bule".
Kata kedua adalah "touroku". Kata ini terdiri dari dua karakter kanji, "登" (tou) dan "録" (roku) yang artinya adalah pendaftaran. Kata ketiga adalah "shoumeisho" yang berarti sertifikat (atau dokumen resmi untuk menyatakan sesuatu), seperti ketika saya dinyatakan lulus sebagai mahasiswa doktor periode April 2012, saya dikirimi "shoumeisho" yang menyatakan saya diterima. Jadi, ada beberapa asosiasi kata "shoumeisho" yang saya dapatkan lewat pengalaman sehari-hari - sehingga ketika kata tersebut muncul, setidaknya muncul juga asosiasi yang pernah saya alami terhadap kata tersebut.
Jadi berbahasa adalah tentang asosiasi.
Asosiasi ini diperoleh lewat cara yang bermacam-macam. Mendengar, membaca, diberi tahu, mengalami, atau melihat. Semakin "mahal" mendapatkan asosiasi tersebut, biasanya kata-kata akan semakin tertancap. Begitu juga sebaliknya, semakin "murah" (atau mudah) mendapatkan asosiasi tersebut, kata akan cenderung dilupakan.
Ngomong2, saya mendapatkan asosiasi kata 入ります ("hairimasu") - yang berarti masuk/bergabung dengan cara yang cukup "mahal". Ketika membeli sepeda di supermarket tahun lalu, si penjual menunjukkan "kartu" yang saya sama sekali nggak punya asosiasi terhadap huruf kanji di dalamnya. Si penjual bertanya sambil menyodorkan kartu, "hairimasuka?" Kata "ka" di belakang adalah kata tanya yang bisa dijawab dengan "ya" atau "tidak". Somehow, saya memilih menjawab dengan "ya". Lalu saya diminta untuk membayar 500 yen (setara dengan 5 kaleng minum/soft drink)
Tanpa banyak tanya (karena belum bisa ngomong), saya membayar tanpa tahu apa yang sedang saya bayar. Terakhir saya tahu bahwa "hairimasu" berarti masuk/bergabung. Kartu yang disodorkan adalah asuransi kehilangan. Jadi si penjual bertanya apakah mau ikut asuransi kehilangan dengan membayar 500 yen? Jika waktu itu saya menjawab "tidak", saya nggak kehilangan 500 yen. Tapi, sebagai gantinya, "hairimasu" tidak akan berasosiasi apapun di otak saya.
Sekarang, uang 500 yen yang saya keluarkan, membuat saya ingat betul dengan arti kata "hairimasu".
Saya ga tau kenapa saya terhipnotis untuk baca blog post ini, padahal saya dari awal yakin, isinya pasti geje buat saya.
BalasHapusTapi untung tulisan bapak oke! Setidaknya saya jadi tau, bahwa yg mahal diingat dan yg murah dilupakan. Seperti "harimaumasu" ini, bapak ingat, saya lupa.
Btw, saya uda lulus pak. Makasih atas bimbingannya. Gimana-gimana, bapak adalah "guru" saya yg resmi (dan saya akui).
Haha2... abis lulus rencananya ngapain fon? i bet, pasti ngelakukan sesuatu yg nggak seperti lasimnya lulusan yg lain...
BalasHapusAh, feeling saya tepat.
BalasHapusBegitu liat bapak update status di fb, saya pikir, ga ada salahnya liat komen saya sendiri (nostalgia, dan ngecek, siapa tau dibales).
Rencana saya, kira2 begini:
saya akan coba start up bisnis sendiri (maen web). Saya akan coba selama setaun. Kalo setaun itu no income, baru saya coba nglamar kerja.
Tapi saya juga ga nolak untuk kerja di orang, asal itu programming dan perusahaannya punya social value.
Bapak sendiri gimana. Setelah ini mo ada project apa?
(Please, pak, please, buat saya tercengang pak!)
nggak seru ah, kalo saya beber project saya di sini... :)
BalasHapusHahahahahaha!
BalasHapusOk2, kalo memang seoke itu projectnya, saya rela ga tau projectnya dari bapak langsung. Saya rela nunggu koran ato majalah yg ngasi tau projectnya.
Sukses, pak!