Radiasi dan Hati

Posting untuk rekan-rekan sebangsa dan setanah air di Jepang yang sedang (1) menimba ilmu (baik yang rajin maupun yang malas) (2) bekerja (baik yang legal maupun ilegal) (3) bengong (nggak tau mesti ngapain di Jepang):

Isu radiasi sudah nggak asing lagi sejak gempa dan tsunami 2 minggu lalu. Efek radiasi memang nggak seperti makan cabe, yang langsung kerasa pedasnya ketika bersentuhan dengan lidah. Efeknya baru kerasa setelah beberapa atau puluhan tahun kemudian (begitu kabarnya). Di Tokyo, ketakutan akan radiasi dengan cepat menyebar. Kota megapolitan yang terletak 200Km dari Fukushima (lokasi meledaknya reaktor Nuklir), mulai ditinggalkan ratusan (atau ribuan?) warga negara asing. Minggu lalu, televisi meliput bagaimana antrian di bandara Narita dan Haneda yang dipenuhi orang2 asing yang akan pulang ke negaranya karena kuatir dengan keadaan di Jepang (entah kuatir dengan gempa susulan ataupun radiasi).

Saya?

Tetap tinggal di sini bersama istri tercinta.

Nggak lebih baik balik Indo aja kayak temen2 laen?

Masalah balik ato nggak adalah masalah hati. Kalau dengan tinggal di Jepang, hati jadi nggak damai, kuatir terus2an, takut dengan radiasi atau gempa2 susulan, jalan yang terbaik adalah kembali pulang negara masing-masing (seperti yang dilakukan ribuan warga asing hari-hari ini). Ngapain tetap di Jepang kalo tersiksa dalam keadaan gelisah dan takut terus menerus. Yang lebih parah, gara2 rasa takut, apa yang ditakutkan itu malah terjadi... Seperti efek obat plasebo, sesuatu yang seharusnya tidak memberikan efek apa-apa, tapi karena dipercaya dapat memberikan efek tertentu, maka efek tersebut terjadi persis seperti yang dipercaya. Efek plasebo juga dapat berlaku secara negatif, yang seharusnya nggak ada apa-apa, gara2 dikuatirkan terus2an, malah bisa terjadi persis seperti yang dikuatirkan.

Jadi, yang terpenting, tinggal di tempat di mana hati kita bisa ngerasa tenang, damai dan nggak kuatir. Saat ini, saya nggak terlalu kuatir dengan isu radiasi. Di Chiba (dan Tokyo), setahu saya, sebaran radiasi dari Fukushima masih sangat rendah. Isu tentang kontaminasi sayuran, susu atau air yang sampai membahayakan kesehatan juga masih sayup-sayup (radiasi memang ada, tapi masih dalam batas wajar). Jadi saya nggak begitu kuatir tinggal di Chiba.

Kalo dipikir lagi, sebenernya semua tempat tinggal juga beresiko. Kalo ada yang bilang tinggal di Indonesia lebih aman, ya... Selamat datang di Indonesia. Tempat di mana listrik dapat padam seenak udel yang memadamkan tanpa tahu kapan menyala kembali, tempat di mana angkot dapat menaikkan dan menurunkan penumpang seenak udel pengemudinya, tempat di mana ketika terjadi kecelakaan lalu lintas, dia yang berotot, ngotot (dan punya udel) adalah yang benar, tempat di mana uang dapat membuat urusan menjadi lancar jaya, tempat di mana gaji pegawai (kecil) yang nggak korupsi hanya numpang lewat di rekening tabungan, sementara pegawai yang korupsi dapat pelesir dan bersenang2, tempat di mana kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin jadi pemandangan umum sehari2, tempat di mana buku dapat berubah menjadi bom... Nah kan?

Tapi, bagi sodara-sodara sebangsa dan setanah air yang sedang di Jepang, kalo di Indonesia bisa membuat hidup tenang dan damai dibandingkan tetap tinggal di Jepang, ya monggooo... Silahkan balik ke Indonesia. Ke manapun pindahnya, yang penting hati tenang, daripada hidup dalam kekuatiran... Inget kata2 bijak, "Hati yang gembira adalah obat yang mujarab." Jadi sekali lagi, yang penting tinggal di tempat di mana hati bisa tenang, damai dan gembira, karena itu yang bikin hidup jadi bisa dinikmati (sehat, bahagia, kaya raya sampai lanjut usia dan menutup mata lalu masuk surga, amin). Kalo suatu saat kelak hati saya nggak tenang karena tinggal di Jepang, saya juga pasti akan balik ke tanah kelahiran saya, Indonesia.

Nah, bagi yang mau balik Indonesia, jangan lupa beli tiket pesawat, karena kalo berenang kejauhan... Bisa2 tenggelam di tengah2 perjalanan. Kalo mau gak beli tiket ya nunggu di laut, siapa tau pas ada tsunami jurusan Indonesia, bisa ikutan numpang di atasnya. Lumayan, hemat tiket pesawat. Awas, jangan salah naik tsunami jurusan Hawai, karena nanti jadi tambah jauh dari Indonesia.


Komentar

  1. huahahahahah sik iso aeee kamu wiin guyon , tapi yang terpenting dimanapun kita berada kalau ada Tuhan di hati kita, kita ayem ya win :)

    Budhy

    BalasHapus
  2. berarti sing ga punya udel ga bisa seenaknya ya... hahahaha....

    BalasHapus
  3. hahaha... plasebo iso diikut2 kan ko...


    tsunami jurusan indonesia piro harga tiket ko??? free ta?? :D

    yeyenk

    BalasHapus
  4. wkwwkwkwkwk... ono-ono ae!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Mengurus Visa Korea di Jepang

Day care di Jepang dan keadilan sosial