Jam Kerja
Jam kerja di tempat saya adalah jam 8 pagi sampai dengan jam 5 sore. Ada 8 jam kerja (dan 1 jam istirahat). Dalam seminggu ada 5 hari kerja, sehingga seorang pegawai bekerja setara dengan 40 jam seminggu.
Ketika Bulan Oktober lalu kembali setelah 5 tahun di Jepang, saya sempat kagok dengan jam kerja tersebut. Saya perlu waktu untuk menyesuaikan. Selama 5 tahun studi di Jepang, saya diperlakukan sebagai "karyawan" lab. Ada "jam kerja", yaitu dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Tapi suasana "kerja"-nya bisa membuat saya rileks.
Saya bisa masuk jam 10 pagi (misalnya karena paginya masih harus ke bank atau ke kantor kecamatan), bisa juga saya masuk jam 7 pagi, stay di lab sampai jam 9 malam atau bahkan hari itu nggak nongol sama sekali di lab... Semua bisa (dan pernah) saya lakukan tanpa feeling guilty. Yang penting, ketika presentasi progress report (seminggu sekali) saya bisa menunjukkan bahwa ada kemajuan/hasil dari penelitian yang dilakukan selama seminggu terakhir.
Kembali ke Indonesia, bulan pertama saya kagok. Saya harus absen finger print setiap kedatangan dan kepulangan. Kalau mau keluar di jam kerja, mau terlambat ataupun tidak masuk, harus ada izin - atau potong jatah cuti (begitu aturannya). Saya tiba-tiba merasa gerak-gerik saya terbatas sekali, dan sepertinya saya sedang diamati under the big lens (merasa BUKAN benar-benar diamati). Tapi perasaan itu tetep aja bikin saya gak nyaman - dan menjadi terikat.
This is not right.
Kenapa suasana kerjanya nggak bisa "senyaman" seperti waktu saya di Jepang. Sama-sama ada jam kerjanya, tapi kebebasannya berbeda.
Akhirnya saya memutuskan. It's not about the working hour. It's about how I finish tasks within specific timeframe. Saya merancang jam kerja saya sendiri dan apa-apa yang perlu diselesaikan dalam jam kerja tersebut. Untuk saat ini, saya merancang jam kerja sebanyak 32 jam seminggu untuk menyelesaikan tugas utama, yaitu penelitian dan pengajaran. Targetnya bisa 24 jam seminggu. Working hour is not an issue. It's about finishing the tasks within specific timeframe. Setelah tugas selesai, "jam kerja" sudah tidak bisa lagi mengikat saya. Nggak perlu lagi bengong di kantor nunggui jam pulang.
Saya nggak feeling guilty lagi kalau saya datang terlambat, pulang lebih awal atau bahkan nggak masuk kerja. Kenyamanan seperti ini lebih penting buat saya ketimbangan posisi atau jabatan tinggi.
Ketika Bulan Oktober lalu kembali setelah 5 tahun di Jepang, saya sempat kagok dengan jam kerja tersebut. Saya perlu waktu untuk menyesuaikan. Selama 5 tahun studi di Jepang, saya diperlakukan sebagai "karyawan" lab. Ada "jam kerja", yaitu dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Tapi suasana "kerja"-nya bisa membuat saya rileks.
Saya bisa masuk jam 10 pagi (misalnya karena paginya masih harus ke bank atau ke kantor kecamatan), bisa juga saya masuk jam 7 pagi, stay di lab sampai jam 9 malam atau bahkan hari itu nggak nongol sama sekali di lab... Semua bisa (dan pernah) saya lakukan tanpa feeling guilty. Yang penting, ketika presentasi progress report (seminggu sekali) saya bisa menunjukkan bahwa ada kemajuan/hasil dari penelitian yang dilakukan selama seminggu terakhir.
Kembali ke Indonesia, bulan pertama saya kagok. Saya harus absen finger print setiap kedatangan dan kepulangan. Kalau mau keluar di jam kerja, mau terlambat ataupun tidak masuk, harus ada izin - atau potong jatah cuti (begitu aturannya). Saya tiba-tiba merasa gerak-gerik saya terbatas sekali, dan sepertinya saya sedang diamati under the big lens (merasa BUKAN benar-benar diamati). Tapi perasaan itu tetep aja bikin saya gak nyaman - dan menjadi terikat.
This is not right.
Kenapa suasana kerjanya nggak bisa "senyaman" seperti waktu saya di Jepang. Sama-sama ada jam kerjanya, tapi kebebasannya berbeda.
Akhirnya saya memutuskan. It's not about the working hour. It's about how I finish tasks within specific timeframe. Saya merancang jam kerja saya sendiri dan apa-apa yang perlu diselesaikan dalam jam kerja tersebut. Untuk saat ini, saya merancang jam kerja sebanyak 32 jam seminggu untuk menyelesaikan tugas utama, yaitu penelitian dan pengajaran. Targetnya bisa 24 jam seminggu. Working hour is not an issue. It's about finishing the tasks within specific timeframe. Setelah tugas selesai, "jam kerja" sudah tidak bisa lagi mengikat saya. Nggak perlu lagi bengong di kantor nunggui jam pulang.
Saya nggak feeling guilty lagi kalau saya datang terlambat, pulang lebih awal atau bahkan nggak masuk kerja. Kenyamanan seperti ini lebih penting buat saya ketimbangan posisi atau jabatan tinggi.
Komentar
Posting Komentar