Kunjungan singkat di Indonesia

Dua minggu lalu, saya berkunjung ke Indonesia.
Singkat.
Hari Kamis (10 Okt) tiba siang hari di Juanda, dan hari Minggu pagi (13 Okt) dijemput travel dari rumah menuju Juanda.

Kunjungan ini mendadak. Direncanakan 2 minggu sebelum hari keberangkatan. Nggak ada bagasi, nggak ada barang bawaan, dan bawa oleh2 juga secukupnya. Saya bahkan nggak bawa baju ganti. Mohon maaf untuk rekan-rekan yang nggak sempat saya kunjungi ato nggak kebagian oleh2.

Ketika tiba di Juanda, saya merasakan benar beda bandara internasional Haneda dan bandara internasional Juanda - atau tepatnya merasakan perbedaan karakter orang-orangnya. Untuk keluar dari gate di Juanda, saya (istri dan anak) harus bersabar dengan orang-orang yang dengan perasaan tanpa dosa menerombol antrian yang panjang.

Saya merasakan harga barang jauh lebih mahal ketimbang saat 3 tahun lalu saya meninggalkan Indonesia. Mungkin yang tinggal di Indonesia nggak terlalu merasakan kenaikan yang signifikan (karena naiknya dikit-dikit). Harga bakso "S" 3 tahun lalu , 5rb seporsi... Sekarang sudah 10rb. Harga sepiring soto yang dulu 3500, sekarang sudah jadi 7rb. Harga-harga yang lainnya juga sama. Naik signifikan dibandingkan 3 tahun lalu. Ini yang disebut tingkat inflasi yang tinggi. Beda dengan di Jepang. Sejak 3 tahun lalu, harga sekaleng softdrink di vending machine, masih tetap sama, 100 yen. Kabarnya harga 100 yen itu belum berubah sejak 20 tahun yang lalu!! Demikian juga dengan angkutan umum. Ongkos kereta jarak terpendek (pindah 1 stasiun) masih tetap sama 130 yen sejak 3 tahun lalu. Harga makanan juga relatif sama sejak saya tiba 3 tahun yang lalu. Harga sepiring ramen di kisaran 700 yen, harga sepiring udon di kisaran 300 yen, harga burger termurah di McD juga masih 100 yen. Ini yang disebut tingkat inflasi yang (sangat) rendah.

Nggak heran kalau mata uang rupiah bukan mata uang yang seksi. Nilainya mudah sekali termakan inflasi. Uang Rp. 5rb yang dipegang 3 tahun lalu, kalau tetap disimpan, maka nilainya sudah hilang separuh saat ini. Kalau 3 tahun lalu Rp. 5rb bisa dapat 1 porsi bakso, sekarang Rp. 5rb hanya dapet setengah porsi (atau bisa juga seporsi dengan catatan, volume baksonya udah berkurang 50%).

Jadi dari kunjungan singkat kemarin saya belajar. Kalau ada mata uang rupiah berlebih, sebaiknya segera dimasukkan ke instrumen yang tidak akan termakan inflasi, seperti properti, emas - atau dalam skala kecil, ditukar ke mata uang yang nilainya stabil atau masuk di unit link asuransi (ini juga sebenarnya beresiko). Bagaimana dengan deposito? Saya belum hitung2an dengan detail, tapi kemungkinan besar bunga yang diperoleh lewat deposito tidak sebanding dengan tingkat inflasi. Setidaknya deposito lebih baik ketimbang uang disimpan di bank dalam bentuk tabungan.

Ngeri juga untuk (calon) pegawai seperti saya.
Dapet kenaikan gaji itu sebenarnya hanya kamuflase untuk mengimbangi inflasi.
Gajinya nggak bener2 naik...
Kecuali... kalau gaji dinaikkan 30% setiap tahun, itu baru benar-benar naik!

Komentar

  1. Ya seperti itulah kondisi di Indonesia, selalu mengalami inflasi dan angka pertumbuhan pembangunan itu sebenarnya berbading lurus dengan inflasi....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Mengurus Visa Korea di Jepang

Day care di Jepang dan keadilan sosial