Mami di Jepang

Kalau di TV era lama sering ada drama tentang guru SD yang mengabdi dan mengajar sampai puluhan tahun, saya kira itu nggak berlebihan (sekarang sih, sinetron yang mengangkat kisah semacam itu, mungkin kurang laku). Mami saya adalah living proof seorang ibu yang mengabdi sebagai guru SD selama lebih dari 30 tahun, sejak tahun 1970-an.

Tiga puluh tahun bukan waktu yang singkat. Kalau dalam setahun akademik ada 250 hari dan setiap hari mengajar selama 6 jam, maka jam terbang mengajar mami sudah mencapai 45.000 jam! Kalo gelar doktor bisa diraih dalam 3 tahun, dalam rentang waktu 30 tahun mengajar, mami mestinya sudah punya 10 gelar doktor di bidang "guru SD"!  

Anyway, mami tahun lalu sudah masuk masa pensiun karena sudah memasuki usia 60. Mami sekarang sudah bisa menikmati masa pensiun dengan tenang. Semua kerja keras yang dilakukan selama 30 tahun terakhir, terbayar sudah. Kerja keras ketika harus bangun pagi, menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya, berangkat mengajar, pulang mengajar menyiapkan makan siang, lalu memberi les untuk anak-anak SD sampai malam, menyiapkan makan malam, mengurus rumah. Tidak ada pembantu, dan semua dikerjakan sendiri. Jarang sekali mami berlibur atau jalan-jalan ke luar kota... Bekerja, bekerja dan bekerja agar anak-anaknya bisa mendapat pendidikan yang baik.

Bulan Maret lalu, saya mengundang mami ke Jepang selama 2 bulan untuk menengok cucunya. Saya memaksa untuk membelikan mami tiket Sby-Tokyo PP walaopun akhirnya uang tiket tersebut dikembalikan ke saya. I know, mami adalah tipe orang tua yang nggak mau merepotkan anaknya... Semua lebih baik dikerjakan sendiri. 

Kalau dulu waktu mami masih jadi guru, bisa ke Jepang mungkin hanya mimpi di siang bolong. Negara Jepang bisanya cuman diajarkan di mata pelajaran IPS ketika masuk bab "Penjajahan Jepang di Indonesia", "Perang dunia II", atau bab "Negara-negara Asia". Nggak kebayang bisa lihat secara langsung Jepang.  Logika saya mengatakan mestinya mami bisa enjoy ada di Jepang.

Saya nggak sepenuhnya benar. 

Apa yang menjadi impian dan kesenangan di masa lalu, sudah berubah. Mungkin karena usia. Bagi mami, bisa jalan-jalan ke luar negeri tentu menyenangkan. Tapi jalan-jalan ke luar negeri sudah bukan lagi hal yang utama. Nggak kemaruk kata orang Jawa. Jauh lebih menyenangkan ketika bisa melihat rumah tangga anak-anaknya yang rukun dan cucunya yang sehat... Nggak peduli di Jepang atau di bulan sekalipun. 

Itu yang lebih berarti buat mami ketimbang bisa jalan-jalan ke luar negeri.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Mengurus Visa Korea di Jepang

Day care di Jepang dan keadilan sosial