Hectic month of the year

Bulan September kemarin adalah bulan yang hectic. Ada banyak hal yang harus diselesaikan - dan semuanya pertama kali saya lakukan. Nggak ada pengalaman sebelumnya.

Pertama, kami harus pindah dari asrama ke private apartment. Ada batas maksimum untuk dapat tinggal di asrama bagi mahasiswa internasional. Untuk kami, bulan September adalah bulan terakhir untuk bisa tinggal di asrama. Jadi kami harus mencari apartemen. Mencari dan menyewa apartemen di Jepang, nggak semudah mencari kos-kos-an di Indonesia yang hari ini ketemu ma ibu kos-nya, negosiasi dan hari itu juga bisa langsung masuk dengan modal KTP.  Di Jepang, menyewa apartemen ribetnya kayak beli rumah. Identitas harus jelas, mesti ada penjamin, mesti meng-asuransi-kan apartemen dari bencana alam, tanda tangan kontrak dengan berbagai macam aturan... ribet. Fakta bahwa kami adalah orang asing, sedikit banyak menambah faktor kesulitan dalam mendapatkan apartemen. Dari sekian banyak apartemen yang kami kunjungi, kami akhirnya memutuskan untuk memilih apartemen yang berjarak 10 menit bersepeda ke kampus. Keesokan harinya, setelah kami memutuskan untuk memilih apartemen tersebut, anak kami lahir.

Hal kedua yang harus diselesaikan bulan ini adalah hal kelahiran anak. Mengantar dan mendampingi istri selama proses persalinan adalah yang paling mendebarkan dan seru. Mendebarkan karena selama proses persalinan, kami harus berinteraksi dengan suster dan dokter dalam bahasa yang tidak terlalu kami pahami. Tentu tidak ada waktu untuk melihat kamus apa yang diucapkan oleh suster atau dokter. Dalam banyak situasi, saya (atau istri) mengandalkan feeling apa yang harus kami lakukan selama proses persalinan. Apapun yang terjadi, kami tahu persis bahwa Tuhan yang menjagai dan mengintervensi proses kelahiran anak kami.

Ketiga adalah pengurusan dokumen kelahiran anak kami. Dokumen pertama adalah dokumen internal sebagai warga negara Indonesia, yaitu surat keterangan lahir untuk pengurusan akte dan passport. Dokumen ke dua adalah dokumen untuk melegalkan tinggal di Jepang bagi anak kami, yaitu residence card, tunjangan kesehatan dan asuransi kesehatan. Semua formulir tertulis dan harus diisi dalam Bahasa Jepang. Sisi positifnya adalah meningkatkan kemampuan saya dalam membaca huruf-huruf Kanji dan berinteraksi dengan orang-orang di kantor kecamatan.

Keempat adalah pindahan. Setelah memilih apartemen, kami tidak bisa begitu saja pindah. Selama seminggu, saya mesti mengurus berbagai dokumen untuk kelengkapan proses kontrak sewa sebelum kunci bisa diserahkan. Hari H+1 setelah kunci diserahkan, barulah kami bisa pindah ke apartemen yang baru. Proses pindah tempat tinggal itu gampang-gampang susah. Kami menggunakan jasa yang memang spesialisasi untuk pindahan. Jadi agak repot karena kami harus memastikan bahwa anak kami nggak sampe terpacking di box bersama dengan baju-baju musim dingin yang akan segera datang.

Semua proses di atas sangat menguras tenaga dan pikiran. Juga uang yang jumlahnya nggak sedikit. Nggak sedikit, bahkan untuk ukuran pengeluaran di Jepang. Semua dalam bulan yang sama, September. Tapi lagi-lagi, Tuhan dengan mudah mengintervensi dan mencukupkan semua yang kami butuhkan. I mean, Semuanya.

Hari-hari ini adalah hari-hari menjelang musim dingin. Musim dingin ketiga selama saya di Jepang. Mungkin masih dua musim dingin lagi yang akan saya lewati di sini... and The Lord is always my shepherd,  I shall not be in want.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Mengurus Visa Korea di Jepang

Day care di Jepang dan keadilan sosial