Risetnya tentang apa sih?

Saya sering ditanya pertanyaan "risetnya tentang apa sih?" ato pertanyaan "Kalo di lab itu ngapain aja?".
Nggak gampang njawab pertanyaan semacam ini. Dan jawabnya, juga berbeda-beda - tergantung siapa yang bertanya. Jawaban untuk orang awam dan jawaban untuk profesor di bidang biomedical engineering akan sangat berbeda walaupun pertanyaannya sama.

Salah menjawab pertanyaan dapat berakibat fatal. Misalnya menjawab pertanyaan "Risetnya tentang apa?" dari sang profesor dengan jawaban yang diperuntukkan orang awam dapat menimbulkan kekecewaan terhadap sang profesor... Demikian juga sebaliknya. Kalau mami saya (yang nggak bisa mengoperasikan komputer), tanya tentang riset saya, dan saya nekat menjawab dengan jawaban untuk profesor di bidang medical engineering, pasti mami saya nggak nyambung dan mikir saya lagi ngigau.

Salah seorang peneliti di Sandia Laboratory, Tamara G. Kolda memberikan saran penting sebagai sesama peneliti. Kita setidaknya punya koleksi penjelasan tentang riset yang kita tekuni untuk (1) orang awam, dan (2) sesama saintis di bidang yang sama. Saya setuju.

Jadi, jawaban saya untuk pertanyaan dari orang awam tentang "risetnya tentang apa sih?", maka jawabnya kira-kira demikian:

"Saya meneliti tentang organ pernafasan. Organ pernafasan ini misalnya paru-paru, jantung, dan diaphragma (organ yang ada di bawah paru-paru, naik-turun saat kita bernafas). Nah, masalah timbul ketika ada penderita tumor/kanker di sekitar daerah pernafasan. Misalnya di paru-paru ditemukan adanya tumor. Tumor tersebut bisa dijinakkan lewat penyinaran/radiasi. Tapi karena paru-paru bergerak saat pasien bernafas, tentu penyinaran harus mengikuti sesuai dengan gerakan paru-paru. Penyinaran, kalau sampai meleset dan terkena sel yang sehat, akan berakibat fatal. Sel-sel sehat akan mati dan tidak dapat berfungsi dengan baik. Itu sebabnya, saya meneliti bagaimana membuat model yang akurat tentang pergerakan pernafasan. Dengan model yang akurat, maka penyinaran dapat dilakukan pada posisi yang tepat seperti pada model yang dibuat."

Jika si penanya masih nampak berminat dan memahami penjelasan itu, saya dapat lanjutkan:

"Model gerakan pernafasan dibuat dengan cara yang menarik. Umumnya mesin MRI atau CT scan hanya bisa memfoto (atau istilah kerennya memindai) organ pernafasan dalam 2 dimensi atau bidang datar. Untuk membuat modelnya, dibutuhkan banyak citra (foto) dalam berbagai fase pernafasan, dari mulai menarik nafas sampai menghembuskan nafas. Juga mulai dari posisi depan (dada) sampai posisi belakang (punggung) agar bisa mendapatkan foto 3 dimensi dan berbagai fase pernafasan. Hasilnya adalah ratusan foto 2 dimensi dari berbagai fase dan posisi. Ratusan foto itu harus diproses dengan komputer agar bisa menghasilkan simulasi atau model pernafasan sehingga posisi tumor dapat diketahui dengan tepat dan penyinaran dapat dilakukan dengan lebih akurat. Nah, saya melakukan penelitian bagaimana mengkonstruksi citra-citra 2 dimensi tersebut agar menjadi seperti film yang menggambarkan gerakan pernafasan dengan baik. Saat ini, untuk memindai citra 2D dalam berbagai fase pernafasan dan membuat model gerakan pernafasan dibutuhkan waktu 40-50 menit per pasien. Harus dipikirkan bagaimana caranya agar lebih cepat. Harapannya,  kelak mesin MRI atau CT scan tidak lagi hanya sekedar menghasilkan citra 2 dimensi, tapi dokter bisa melihat secara langsung gerakan pernafasan seperti halnya melihat gerakan kaki saat berjalan."

Itu jawaban untuk orang awam. Jawaban untuk expert atau ahli di bidang biomedical akan lain sama sekali, walaupun pada intinya saya menjelaskan hal yang sama. Kira-kira penjelasan riset kepada sesama saintis di bidang yang sama adalah sebagai berikut:
"Riset saya tentang pemodelan gerapan pernafasan. Model ini dapat digunakan untuk mengatur dosis radiasi pada radioterapi atau untuk melakukan analisa dan klasifikasi penyakit2 pada pernafasan. Material yang saya gunakan adalah citra MRI pada model orthogonal dan sagittal. Di lab kami, teknik untuk merekonstruksi citra MRI menjadi 4D MRI sudah berhasil dilakukan dengan intersection profile method. Hanya saja, waktu yang dibutuhkan masih cukup lama, sehingga kami perlu membuat model yang lebih sederhana. Saya mencoba untuk melakukan ekstraksi pada diafragma untuk mendapatkan model gerakan diafragma, lalu menganalisanya dengan analisa komponen utama. Hasil rekonstruksi dari model gerakan menggunakan 3 buah komponen utama  cukup bagus dengan margin kesalahan rata-rata 3 mm. Sayangnya, ketika dilakukan validasi model menggunakan metode leave-one-out, margin kesalahan meningkat jadi 5 mm, yang mana cukup signifikan. Lalu saya coba melakukan analisa dengan menggunakan teknik Generalized n Dimensional PCA (GND-PCA) dan berharap mendapakan model yang lebih baik. Gerakan diafragma diasumsikan sebagai tensor orde ke-4. Lalu dilakukan dekomposisi tensor dengan menggunakan tensor inti dalam berbagai model. Hasilnya sangat menarik. Dengan menggunakan training sample dalam jumlah yang sedikit, gerakan diafragma dapat dimodelkan dengan margin kesalahan lebih kecil ketimbang ketika dimodelkan dengan  analisa komponen utama biasa. Jadi, dengan pemodelan statistik menggunakan GND-PCA, gerakan diafragma dapat disederhanakan dengan margin kesalahan kurang dari 1mm. Ke depan, kami mencoba teknik registrasi citra dan penginderaan kompresif untuk bisa mendapatkan gerakan pernafasan dengan resolusi yang tinggi dan waktu akuisisi yang cepat."

Kurang lebih begitu penjelasannya.

Jadi kalau ada yang bertanya kepada saya, "risetnya tentang apa sih?" maka kurang lebih saya akan menjelaskan dengan salah satu dari kedua penjelasan di atas.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Mengurus Visa Korea di Jepang

Day care di Jepang dan keadilan sosial