Bukan bintang pelajar

Ada anak-anak yang memang terlahir sebagai bintang pelajar. You know, sejak TK mereka sudah menunjukkan ke-"bintang-pelajaran"nya. Mampu menggunting dan melipat kertas dengan rapi, mampu menulis angka dan huruf dengan baik, makan tanpa cemot, baju nampak rapi, bisa mengeja abjad dengan jelas dsb.

Pas SD mereka adalah anak-anak yang selalu mengerjakan pe-er dengan lengkap, mendengarkan guru dengan baik, rata-rata nilai ulangannya 8, 9 atau 10, selalu menjadi contoh bapak dan ibu guru ketika membahas bagaimana seorang siswa yang baik...

Waktu SMP atau SMA mereka selalu berada di peringkat 5 besar, pe-ernya selalu jadi bahan contekan anak-anak lain, jawaban ulangan sering dijadikan kunci jawaban oleh bapak/ibu guru, dsb.

Pas kuliah, dia seolah-olah tahu persis apa yang dimaui oleh si dosen, memberikan jawaban yang jelas, mengerjakan dan mengumpulkan tugas dengan tepat waktu (no matter semepet apapun deadline-nya), lulus dengan IPK di atas 3.5 lebih atau malah cumlaude...

Pendeknya, mereka ini cemerlang secara akademik. Belajar demi nilai raport yang baik. Pernah kenalkan dengan anak-anak semacam itu? Yang kadang2 sering ditanya, kok bisa sih pinter gitu? Tiap hari makan apa?

Iya, ada emang anak-anak yang terlahir sebagai bintang pelajar. Cuman saya nggak termasuk di dalamnya. Saya bukan tipe bintang pelajar yang pe-er selalu dikerjakan dengan rapi, tugas-tugas dikumpulkan tepat waktu, ulangan selalu di atas rata-rata, dijadikan contoh bapak/ibu guru... Nggak sejak SD, SMP, SMA, ataupun kuliah.

Bahkan saat kuliah S3. Di kelas bahasa Jepang, nilai-nilai vocab dan grammar saya ya gitu deh...(sering di bawah rata-rata). Lain dengan pelajar Mongolia yang satu itu... Yang selalu menjawab pertanyaan dosen dengan baik, yang selalu mengerjakan pe-er dengan rapi, yang ulangan vocab dan grammar nggak pernah dapet di bawah 7, yang selalu masuk kelas tepat waktu, jarang absen, yang datang ke ruangan dosen kalo ada yang nggak dimengerti, yang... yang... yang... Well, you know... tipe bintang pelajar.

Saya biasa aja. Kalo pas mood bagus, ya pe-er dikerjakan. Kalo pas ada yang nggak ngerti ya belajar sekenanya. Belajar buat quiz vocab ya pas kalo nggak lagi sibuk baca kompas.com, nyari film2 baru, ato ngeblog... kalo pas rada capek paginya ya istirahat dipanjangin terus dateng ke kelas rada-rata telat. Hasilnya? Ya gitu deh.

Tapi bukan berarti saya males2an. Metode belajar yang dikasi si dosen (ato guru2 itu) dirancang untuk si bintang pelajar - nggak cocok untuk yang nggak terlahir sebagai bintang pelajar. Jadi saya milih metode belajar yang suka2 saya. Misalnya, karena tertarik dengan Kanji, saya self-study belajar Kanji. Setiap hari, 1-2 jam. Hasilnya? Sementara si bintang pelajar baru tahu sekitar 300 kanji, saya sudah bisa baca 600 kanji. Dibandingkan dengan si bintang pelajar itu, I know Kanji and vocabulary more than she knows! Pas ada karakter Kanji yang blom pernah muncul di textbook, saya udah tau dan bisa baca, sementara si bintang pelajar bengong nggak jelas. Nah lo!

Jadi, si bintang pelajar itu boleh selalu rajin masuk kelas, selalu bikin pe-er, selalu dapet baik kalo quiz, selalu bisa jawab pertanyaan dosen... Tapi in term of Kanji, I successfully knocked her down. :)

Kesimpulannya? Ya, karena nggak semua dari kita terlahir sebagai bintang pelajar, jadi nggak perlu maksa jadi bintang pelajar, nggak perlu dibela2in belajar sampe nyaris gila demi nilai yang baik, nggak perlu saingan dengan mereka2 yang sejak orok memang ditakdirkan jadi bintang pelajar. Ambil satu bidang yang disukai, dan perdalam bidang itu... Sedalam-dalamnya. Buat si bintang pelajar itu tau, walopun di nilai-nilai akademik dia lebih baik, tapi untuk bidang yang satu itu, kamu jagonya.

Coba tebak, kalo misal ada proyek, kerjaan, ato lowongan pekerjaan di bidang yang sudah kamu perdalam itu, siapakah yang akan dipilih? Si bintang pelajar atau kamu?


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Mengurus Visa Korea di Jepang

Day care di Jepang dan keadilan sosial