Seminar dan Bahasa Inggris

Saya baru saja selesai seminar di Lab. Sebagai peserta, bukan pembicara.

Seminar kali ini, somehow, interesting.

Ceritanya, acara seminar ini rutin diadakan setiap hari Kamis. Pesertanya adalah anggota lab (yang terdiri 3 orang mahasiswa S1 tahun akhir, 4 orang mahasiswa S2 tahun pertama, 3 orang mahasiswa S2 tahun kedua, 2 orang mahasiswa doktor tahun ke-2 dan 2 research student). Setiap anggota lab dapet giliran presentasi sekali atau 2 kali dalam 1 semester.

Topik presentasi bebas, tapi HARUS bersumber dari jurnal internasional berbahasa Inggris dan yang berhubungan dengan topik yang sedang diteliti. Jadi, kalo lagi neliti dengan citra MRI untuk organ pernafasan, nggak relevan banget kalo di seminar membahas tentang perjalanan ke Gunung Bromo. Juga nggak boleh kalo topik presentasinya diambil dari majalah Trubus ato koran Surya, apalagi kalo sampe kopi-paste thread di kaskus. HARUS jurnal internasional. Tujuannya, agar si presenter belajar memahami bagaimana si penulis jurnal melakukan penelitian, dan menarik kesimpulan. Jadi si presenter harus menempatkan diri seolah-olah sebagai penulis jurnal tersebut, sebisa mungkin, juga ngalami gimana stress-nya si penulis jurnal ketika melakukan research. Isi jurnal harus benar2 dimengerti sampe titik komanya.

Walopun presentasi bersumber dari jurnal internasional, tapi selama ini presentasi selalu diadakan dalam bahasa Jepang. Hari ini, untuk pertama kalinya seminar diselenggarakan dalam Bahasa Inggris.

Sangat melegakan! Akhirnya saya bisa menikmati diskusi ilmiah dalam seminar. Membahas tentang topik terbaru penelitian di bidang medical engineering dalam bahasa yang bisa saya pahami.

Hari ini. si presenter adalah mahasiswa doktoral tahun ke-2. Topik pembahasannya adalah tentang knee joint (iya bener, dengkul-pun bisa dijadikan topik penelitian dan jadi disertasi doktoral). Tapi ya nggak membahas tentang hubungan antara dengkul dan otak. Judulnya, "Assessment of effect of braces on knee joint of OA patients with 3D CT and bi-plane dynamic fluoroscopy images" (tentang bagaimana pengaruh sendi lutut yang dipasang braces pada pasien yang menderita ostheoartritis).

Seminar jadi lebih menarik ketika profesor pembimbing menginstruksikan kepada SEMUA peserta seminar untuk bertanya dalam Bahasa Inggris (dan tentunya dijawab oleh presenter dalam bahasa Inggris juga). Dan, inilah hasil pengamatan saya sepanjang seminar:

Pertama, jelas bahasa Inggris bukan bahasa populer di Jepang (setidaknya di Universitas Chiba... oke, tepatnya di Lab saya). Pengucapan dan intonasi sangat dipengaruhi logat Jepang (mungkin sama seperti Singlish di Singapore ato logat Inggris medok yang sering saya dengar di Jawa)

Kedua, ketika sesi tanya jawab, hampir semua peserta membuka kamus dan mulai mencatat pertanyaan yang akan diajukan. Mungkin karena bukan bahasa asli mereka, jadi nggak bisa bertanya secara spontan.

Ketiga, nampaknya speaking dan listening bukanlah fokus utama ketika mereka belajar Bahasa Inggris di high school. Bahasa Inggris untuk percakapan sepertinya jauh di awang2 bagi mereka. Tapi bukan berarti Bahasa Inggris mereka o'on. In term of writing, reading, dan grammar, mereka sangat terlatih. Dari pertanyaan yang diajukan (walaupun dengan membaca), nampak bahwa mereka menyusun grammar dengan baik dan benar, tahu bagaimana meletakkan subject, verb, adjective, atau adverb di tempat yang benar. Kemungkinan grammar jadi fokus utama pelajaran bahasa Inggris di high school.

Ini kebalikan dengan Indonesia. Saya sering dengar bahasa Inggris yang asal njeplak. Nggak peduli grammar salah, tapi njeplak sekenanya, nulis sekenanya... Asal kedengaran cas-cis-cus, nggak dipikir lagi bener salahnya. Nulis status di Facebook juga asal nulis, pokoknya bahasa Inggris.

Tentu semua ada sisi negatif dan positifnya. Mahasiswa Jepang lebih terlatih dalam memahami bacaan dan menulis. Tapi tidak untuk percakapan. Sementara mahasiswa Indonesia lebih spontan dalam berbicara, bercakap-cakap, tapi kurang terampil dalam pemahaman bacaan ataupun menulis. Entah apa ada penelitian untuk menunjang hipotesis ini atau tidak.

Kalo diadakan lomba presentasi ato debat dalam Bahasa Inggris antara mahasiswa Indonesia dan Jepang, saya pasti jagokan mahasiswa Indonesia. Tapi kalo lomba pemahaman bacaan dan menulis, saya sudah pasti akan mendukung... ... ...

ya jelas mahasiswa Indonesia, lah wong saya orang Indonesia kok.


Komentar

  1. btw, iya bener Pak....temen2 dari Jepang kl ngomong bhs Inggris emang ditata bgt gramernya. ga kayak saya, asal njeplak hehehe! tp kl ngomong sama temen yg (maaf) kurang bisa ngomong bhs Inggris, kita biasanya pake bahasa 'tau sama tau'...hehehe!

    BalasHapus
  2. Hehe2.. Bener bu... kalo level conversation, modalnya nyebut satu dan kata kunci, biasanya mereka udah ngerti. kalo kita pake kalimat panjang bin njlimet, ujung2nya "suimasen, mo ichi do..." :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Mengurus Visa Korea di Jepang

Day care di Jepang dan keadilan sosial