Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2010

Beda Suami dan Istri - part 2

* ...ditulis dalam keadaan melo... * Untuk para istri, tulisan ini bisa ditunjukkan ke suaminya (masing2). Terutama kalo udah males jelaskan kebutuhan istri yang (bisa jadi) sering dilupakan suami (ato suami yang pura2 nggak tau). Untuk para suami, tulisan ini penting, agar bisa ngerti kebutuhan emosional istri (dan memenuhinya) demi menjaga kesehatan jiwa dan raga dari omelan istri . Kebutuhan istri nggak sama dengan kebutuhan suami. Buat istri, punya suami yang keren tentu membanggakan, tapi buat apa suami keren, perlente, dan modis tapi nggak cinta ma istri ato anak2nya? Buat istri, punya suami yang bisa sama2 jadi companionship untuk hobi2 si istri bagus juga, tapi buat apa suami yang bisa jadi companionship tapi nggak ngasih keamanan finansial (=duit)? Para istri bukannya mata duitan, they're just being realistic. So, here are "Her needs" based on Dr. Willard Harley's book ("His Needs, Her Needs : Building an Affair – Proof Marriage"), after counsele

Beda Suami dan Istri - part 1

[ Bagi wanita lajang yang belum menikah, you might want to bookmark this page, and re-read when you got married. Bagi istri yang baru menikah, you might want to practice it to your own (!) husband. ] Waktu kami menikah, Ps. Yusak mengatakan kepada kami, bahwa menikah itu nggak ada sekolahnya. That's true. Tau2 menikah. Pasangan baru segera dihadapkan pada berbagai situasi yang belum pernah dialaminya sebelumnya. Nggak pernah diajarkan di sekolah. Nggak ada kursus menikah. Nggak ada buku manual yang bisa dicontek untuk secara tepat menghadapi berbagai situasi sehari2. Semua harus dialami secara pribadi dan belajar dari segala kejadian... Trial and (berharap semoga nggak) error. Dr. Willard Harley adalah seorang konselor pernikahan. Beliau menulis sebuah buku berjudul "His Needs, Her Needs : Building an Affair – Proof Marriage" setelah meneliti 40rb kasus yang terjadi dalam pernikahan. Saya tentu kurang bisa empati (ato nggak pernah bisa empati) dengan apa yang dirasakan D

Culinary: Table For Two

Gambar
Suka dengan wisata kuliner? Saya nggak termasuk di dalamnya. Saya rewel dengan makanan. Di Jepang saya kesulitan mencari makanan yang cocok dengan lidah saya. Makanan yang bernama " i kan-salmon-beku-di-supermarket-yang-kemudian-digoreng-di-rumah-dan-dimakan-dengan-nasi-anget-plus-sambel-dari-indonesia " saya nobatkan sebagai The-best-food-I-ever-tasted-in-Japan (setelah mengalahkan kandidat kuat lainnya, yaitu indomie-goreng dan nasi-goreng-telor). Berbagai macam bentuk sushi, yakiniku, atau okonomiyaki, masih nggak bisa cocok dengan lidah saya. I prefer lemper instead of Sushi. I prefer bakso bakar instead of yakiniku dan I prefer dadar jagung instead of okonomiyaki (fyi: lemper and sushi, bakso bakar and yakiniku, dadar jagung and okonomiyaki, they look alike)... Forget about my weird-meal-preferences (make sure you know what you'll offer to me when you invite me for lunch or dinner at your house... ). For those who wants to have (or already have) a resto, let me prop

Indonesia dan Human Development Index

Baru-baru ini, PBB mengeluarkan laporan tentang Human Development Index (HDI) dari negara-negara di dunia. Indeks ini menunjukkan bagaimana kualitas hidup manusia di sebuah negara yang diindikasikan dari: (1) Rata-rata harapan hidup (life expentancy), (2) rata-rata lama menempuh pendidikan (years of schooling), dan (3) rata-rata pendapatan per kapita (Gross National Income per capita). Indeks ini memiliki skala 0 sampai 1. Indeks yang mendekati 0 berarti rakyat di negara tersebut memiliki rata-rata harapan hidup yang jelek (misalnya banyak yang meninggal di usia 40-50 tahun), rakyatnya tidak memiliki pendidikan yang baik (hanya lulus sekolah dasar) dan pendapatan perkapitanya rendah (kurang dari 1.5jt per bulan). Sementara indeks yang mendekati 1 berarti rata-rata harapan hidup rakyat di negara tersebut tinggi (misal rakyatnya rata2 meninggal di usia 80 tahun), rakyatnya memiliki pendidikan yang baik (rata2 lulus perguruan tinggi S1), dan pendapatannya tinggi (income rata2 per bulan r

Mesin Waktu

Judulnya mungkin cukup provokatif untuk membuat beberapa orang meluangkan waktu membaca blog ini (di tengah ke-sibuk-an atau ke-nganggur-annya). Tapi, sebelum dilanjutkan membaca, let me clarify bahwa sampai saat ini saya belum menciptakan mesin waktu seperti di film-film, yang memungkinkan seseorang berkelana ke masa lalu atau ke masa depan dan bertemu dengan versi muda atau tua dirinya sendiri. Riset saya di sini tentang compressed sensing untuk citra medis, juga nggak ada kena-mengenanya dengan mesin waktu. Jadi, lalu kenapa postingnya dikasi judul "Mesin Waktu"? Salah satu film tentang berkelana ke masa lalu adalah film The Time Traveler's Wife (2009) yang menceritakan romantika tentang seorang istri yang bersuamikan Time Traveler. Si suami memiliki gen yang membuat dirinya secara acak "pergi" ke masa silam. Di suatu waktu, dia bertemu dengan istrinya yang masih berusia 6 tahun, dan "calon" istrinya inipun jatuh cinta kepadanya. Di masa sekarang, m