Culinary: Table For Two

Suka dengan wisata kuliner?

Saya nggak termasuk di dalamnya. Saya rewel dengan makanan. Di Jepang saya kesulitan mencari makanan yang cocok dengan lidah saya. Makanan yang bernama "ikan-salmon-beku-di-supermarket-yang-kemudian-digoreng-di-rumah-dan-dimakan-dengan-nasi-anget-plus-sambel-dari-indonesia" saya nobatkan sebagai The-best-food-I-ever-tasted-in-Japan (setelah mengalahkan kandidat kuat lainnya, yaitu indomie-goreng dan nasi-goreng-telor).

Berbagai macam bentuk sushi, yakiniku, atau okonomiyaki, masih nggak bisa cocok dengan lidah saya. I prefer lemper instead of Sushi. I prefer bakso bakar instead of yakiniku dan I prefer dadar jagung instead of okonomiyaki (fyi: lemper and sushi, bakso bakar and yakiniku, dadar jagung and okonomiyaki, they look alike)...


Forget about my weird-meal-preferences (make sure you know what you'll offer to me when you invite me for lunch or dinner at your house... ).

For those who wants to have (or already have) a resto, let me propose an interesting concept of culinary. It's called table for two.

Saya mengamati bahwa manusia sebenarnya ingin berbagi. Perasaan bahwa kita berguna untuk orang lain, membuat kita excited dalam menjalani hidup (seorang suami mungkin akan mengatakan "wow, hidup saya berguna bagi istri dan anak saya...", seorang sahabat mungkin mengatakan "wow, hidup saya ternyata membuat teman saya berubah menjadi lebih baik", seorang donatur untuk anak angkat akan mengatakan "wow, apa yang saya berikan ternyata membuat dia bisa melanjutkan sekolah dan mengubah masa depannya", seorang dokter mungkin akan mengatakan, "wow, hidup saya berguna untuk pasien-pasien yang saya rawat", seorang dosen akan mengatakan, "wow, hidup saya membuat mahasiswa saya menjadi berilmu").

Tapi perasaan bahwa kita sudah tidak ada gunanya, membuat kita berpikir untuk mengakhiri hidup... ("ah, ngapain saya hidup... hidup cuman jadi beban orang lain", "ah, hidup saya sudah nggak ada gunanya, nggak bisa bantu orang lain, nggak bisa ngasih apa2 ke orang lain, ngapain juga saya hidup...", dsb).

Perasaan bahwa kita berguna, membuat kita lebih manusiawi... Konsep resto "Table for Two" adalah konsep wisata kuliner yang mengubah manusia menjadi lebih manusiawi. Alih-alih menikmati makan yang dimakan sendiri dan untuk mengenyangkan perut sendiri, kenapa tidak berbagi "meja" dengan "manusia" lain yang kekurangan? Setiap satu suap makanan yang dimakan oleh setiap pelanggan, akan juga memberikan satu suap yang sama kepada someone, somewhere yang sedang kelaparan (tentu mereka nggak makan di meja yang sama...). Sekian persen dari keuntungan penjualan makanan tersebut, akan menjadi makanan yang sama dan dibagikan kepada orang lain yang kekurangan.

Jika seorang pelanggan makan bakso bakar sebanyak 5 biji di resto "Table for Two" ini, maka someone juga akan bisa menikmati 5 biji bakso bakar yang sama somewhere. Jika seorang pelanggan makan dua piring nasi soto ayam, maka someone (atau sometwo?), somewhere juga akan menikmati dua piring nasi soto ayam tersebut. Jika seorang pelanggan minum segelas es jeruk, maka somewhere akan ada seseorang yang juga turut menikmati segarnya es jeruk tersebut. That's why it's called, "Table for two".

Someone yang dimaksud adalah orang2 yang kekurangan. Anak2 panti asuhan yang kurang beruntung karena orang tua mereka terpaksa meninggalkan mereka (entah karena sudah meninggal atau karena sangat miskin sehingga can't afford to raise them). Anak2 jalanan yang harus mencari uang karena orang tua mereka tidak sanggup memberikan mereka makan. Gelandangan/homeless people yang harus bertahan hidup dengan tidur di bawah jembatan. Para korban bencana alam yang harus kehilangan semua harta bendanya karena kedasyatan alam. Orang-orang itu yang akan mendapatkan apa yang kita makan dari resto "Table for two".

Jika kita tahu bahwa apa yang kita makan akan juga mengenyangkan orang lain, kita akan merasa bahwa diri kita berguna... Kita merasa bahwa diri kita bisa berbagi untuk orang lain, dan membuat orang lain merasakan apa yang kita rasakan. Kita menjadi lebih manusiawi.

Saat kita makan... kita akan berpikir, seseorang yang membutuhkan akan juga ikut menikmati makanan yang sedang saya makan ini. Wow, hidup saya berguna! (Make sure untuk menyediakan tissue di meja, karena bagi orang2 yang lembut hatinya, makan di resto semacam itu bisa membuatnya menitikkan air mata).

Gambar diambil dari:
Please, let me know if you already have this concept for your resto. I'll be you loyal customer!

Komentar

  1. hmm boleh juga commentnya, masiho ndek jepang, kamu yo sik menerapkan prinsip kasih yo win :)

    Budhy

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Mengurus Visa Korea di Jepang

Day care di Jepang dan keadilan sosial