Bulan-bulan Tesis: Final Episode

In M* C** Uni, we have so-called "mentorship" program or "mentoring" if you prefer gerund or "discipleship" is also acceptable. Whatever it called, the purpose of this mentorship is transfering life values from the mentor to the mentees (those who are being mentored). This program is expected to shape their attitude during their 4 years study at M* C**, make them learn how to be a mature, wise, responsible, and successful people in marketplace, whereever they are. (I bet this program makes M* C** Uni different from other uni)
So, every student will have one (wise) mentor and at least one co-mentor. They are periodically gather and do some activities. They always have the opportunity to share their (personal) problems and asking for advice to their mentor. Having 15 mentees, our mentorship group is quite lucky to have three mentors, me, the rector of the university (yes, the rector willing to be a mentor and spend her time to do mentorship program) and one of math lecturer.

As a mentor, I'm thinking to share my struggling when I pursuing my Master. I wrote and sent an email
soon after I finish my Master Final Exams (August 13) to all my mentees. Then I decided to make it an open-letter to all. Wish the other students can learn something from I've experienced.

----
Dear all,
Saya hari ini baru menyelesaikan ujian tesis sebagai syarat akhir untuk
mendapatkan gelar Magister (Master). Ada beberapa hal yang ingin saya bagikan
khusus untuk adik-adik saya di Group Ole Johan Dahl ini. Semoga apa yang saya bagikan ini bisa berguna saat kalian nanti mengerjakan tugas akhir sebagai syarat kelulusan Sarjana.
Satu bulan yang lalu, saya sudah hampir menyerah saat melakukan
penelitian. Saya meneliti tentang pengembangan teori Jaringan Syaraf Tiruan yang melibatkan banyak perhitungan matematika. Hasilnya harus dimodelkan dalam program komputer untuk diuji dengan berbagai macam data. Hingga bulan lalu, program komputer yang saya buat tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Menurut teori semuanya benar, tapi ketika program tersebut dijalankan dan diuji dengan data, hasilnya tidak sesuai dengan perhitungan. Pagi, siang, malam saya menelusuri ribuan baris program komputer itu untuk mencari di mana salahnya.

Tapi tidak berhasil menemukan, sampai di suatu titik, saya menyerah. Saat itu
saya sudah memutuskan untuk memperpanjang 1 semester lagi.
Tapi titik baliknya terjadi pada suatu Sabtu. Saya masih ingat, saya sampai di kantor Pk. 9 pagi, berencana untuk membuat materi pelajaran semester mendatang (jadi terbengkalai gara-gara fokus di tesis). Alih-alih membuat materi pelajaran, saya malah membuka-buka program komputer yang sebenarnya sudah saya rencanakan untuk saya diamkan beberapa minggu (karena saya sudah menyerah dan berencana memperpanjang masa studi). Tiba-tiba pandangan mata saya terfokus pada beberapa baris program di depan saya. Saya merasakan ada sesuatu yang salah di situ. Dari ribuan baris program, puluhan modul, “somehow” saya terfokus pada baris-baris itu. Lalu saya menurunkan ulang perhitungan matematikanya, mencocokkan dengan pemodelan di baris-baris program itu. Ternyata benar, di beberapa baris itu ada kesalahan yang fatal, tidak sinkron antara hasil perhitungan matematika dengan penerapan di program komputer. Rasanya seperti mendapat pencerahan. Saya melakukan perbaikan pada beberapa baris itu, lalu mulai menguji dengan data. Hasilnya sesuai dengan apa yang diperkirakan.
Setelah program dan pengujian data selesai, saya segera berkonsultasi
dengan pembimbing untuk menyusun laporan hasilnya, mengadakan seminar hasil untuk men-diseminasi (menyebarkan) hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Lalu mengurus administrasi untuk ujian. Hasil penelitian itu harus
dipertanggungjawabkan dan diuji di hadapan 2 orang penguji dan 2 dua pembimbing. Saya lulus dengan nilai A.
Pengalaman selama saya melakukan penelitian ini telah membuat saya
belajar 2 buah pelajaran yang sangat penting dalam hidup.
Otak kita bukanlah segalanya, tapi Tuhanlah segalanya. Setiap malam,
saya senantiasa berdoa dan berharap penuh kepada Tuhan untuk tesis saya. Saya tidak pernah ragu dengan kekuasaan Tuhan. Di saat saya menyerah, Tuhan menunjukkan kasihNya untuk saya. Saya yakin, jika saya TIDAK pernah berdoa dan berharap kepada Tuhan, hari Sabtu itu akan jadi hari yang biasa, dan saya tidak akan pernah menemukan kesalahan programnya. Hari ini, sangat mungkin saya masih mencari-cari di mana kesalahannya. Otak kita sangat terbatas, tapi kuasa Tuhan
yang tidak terbatas. Masalah apapun yang kita hadapi, senantiasa berdoa dan berharap kepada Tuhan. Kita tidak pernah tahu kapan Tuhan menjawab doa kita dan dengan cara apa.
Pelajaran yang kedua adalah: jika untuk meraih sukses dapat dirangkum
dengan satu kata, saya akan merangkumnya dengan kata “Persistence” (ketekunan, keteguhan, kegigihan, kekuatan untuk terus mencoba). Jangan mudah menyerah. Kita tidak pernah tahu betapa dekatnya kita dengan kesuksesan yang kita inginkan saat kita menyerah. Saat ini, saya bisa mengukur bahwa ketika saya menyerah waktu itu, sebenarnya saya sudah sangat dekat dengan tujuan yang ingin saya capai, jaraknya hanya terpaut beberapa baris program. Saya bersyukur bahwa Tuhan yang
menolong.
Berdoa, berharap kepada Tuhan dan punyai ketekunan. Pelajaran penting
dalam hidup yang sudah saya alami untuk sukses mencapai tujuan. Semoga berguna.
Terimakasih juga untuk dukungannya selama ini (khusus kepada Bu S*** yang
senantiasa menaruh keyakinan kepada saya dan mendukung penuh saya, kepada Pak F*** yang banyak membantu dalam perhitungan matematisnya dan untuk semuanya!).
-windra
----
So, this posting will be the final episode of "Bulan-bulan Tesis" Series. Now I'm thinking to create another Series... I already have the name, it called "My Doctorate Journey" Series. Will be launched soon.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Charis National Academy (2)

Mengurus Visa Korea di Jepang

Day care di Jepang dan keadilan sosial